SeLaMaT BeRjUmPa KeMbAlI dI pErSaHaBaTaN YaNg HaRmOnIs

Sabtu, 01 Mei 2010

KUMPULAN ASKEP ANGGA PRIBADI CAHAYA BANGSA


Contoh Asuhan Keperawatan Kasus Malaria PDF Tutorial


Cermin Dunia Kedokteran
Contoh kontaminasi melalui jalan nafas adalah : menghirup udara yang mengandung kuman, atau melalui slang ...... dalam memberikan asuhan keperawatan perlu diperhatikan ...... atau mu/tiding serta semakin dominannya kasus malaria P. ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

Download Complete File (4073 KB) - PowerPoint Presentation
satu contoh adalah The International Society of Travel. Medicine (ISTM), suatu kelompok profesional dari berbagai ...... Dalam tahun 1997-2001 terjadi peningkatan kasus malaria ...... gawat darurat, medis, keperawatan, rekam medis dan .... tidak lama, pencapaian tujuan layanan asuhan, dan lain- lain.(5,7,11-17 ) ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

LAPORAN PENELITIAN
Untuk menilai mutu asuhan keperawatan, diajukan 25 pertanyaan yang ... RSUD di Sulawesi Utara dan Maluku tentang kasus perbedaan tarif seperti tindakan ... Contoh lainnya seperti laboratorium dengan 18 item hanya ..... Urutan kedua di Puskesmas perawatan Bolaangmongondow adalah malaria walaupun itu ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

Final - GEO Convex
Severe Malaria & Dengue Shock Syndrome. Tentative : Kuliah khusus “Swine Flu". Panel Discussion – Case Presentation .... klinik, dan kendala yang perlu diperhatikan. Contoh kasus .... ICU NURSING SECTION - PROSEDUR KEPERAWATAN DI ICU ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

BAHAN BACAAN PESERTA PELATIHAN TIM KESEHATAN HAJI INDONESIA
kesehatan haji Indonesia menunjukkan bahwa kasus ISPA (THT) merupakan yang terbanyak sebagai penyebab kunjungan ...... atau kepadatan vektor penyebab malaria, atau kondisi higiene dan ... asuhan keperawatan yang umum dijumpai pada setiap musim haji, ...... Sebagai contoh, pada lampiran 1 & 2 akan diuraikan rencana ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

Selama tahun 2006 tercatat lebih dari 20 dok-
dua contoh asuransi kedokteran di antaranya. Bumida dan Allianz. Berbeda dengan Indonesia, ..... Sekitar seratus juta kasus penyakit malaria terjadi setiap tahunnya, 1% di antaranya ..... tujuan asuhan keperawatan keluarga itu sendiri, ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

Pedoman OK.indd
Sebagai contoh, dokter dapat memprogramkan pembedahan atau ...... Mencatat informasi adalah bagian penting dari asuhan keperawatan. Setelah ...... Pada area dengan kasus malaria tinggi, Anda harus selalu memberi antimalaria ...
Download contoh-asuhan-keperawatan-kasus-malaria

Last Searches:

» judul skripsi ilmu pemerintahan   » tentang tdm   » free cryptography and network security tanenbaum   » kertas kerja pemeriksaan   » stanford gsb resume doc   
Contact Us     Terms of Use All ebooks are the property of their respective owners - Powered by Bing ang Google Search

 

 

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN TB PARU


WP Greet Box icon
Welcome Googler! If you find this page useful, you might want to subscribe to the RSS feed for updates on this topic.


1. Pengertian
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tubeculosis.
2. Etiologi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit tuberkulosis.
Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting saluran pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon) selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium. Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pad usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.

3. Proses Penularan
Tuberkulosis tergolong airborne disease yakni penularan melalui droplet nuclei yang dikeluarkan ke udara oleh individu terinfeksi dalam fase aktif. Setiapkali penderita ini batuk dapat mengeluarkan 3000 droplet nuclei. Penularan umumnya terjadi di dalam ruangan dimana droplet nuclei dapat tinggal di udara dalam waktu lebih lama. Di bawah sinar matahari langsung basil tuberkel mati dengan cepat tetapi dalam ruang yang gelap lembab dapat bertahan sampai beberapa jam. Dua faktor penentu keberhasilan pemaparan Tuberkulosis pada individu baru yakni konsentrasi droplet nuclei dalam udara dan panjang waktu individu bernapas dalam udara yang terkontaminasi tersebut di samping daya tahan tubuh yang bersangkutan.
Di samping penularan melalui saluran pernapasan (paling sering), M. tuberculosis juga dapat masuk ke dalam tubuh melalui saluran pencernaan dan luka terbuka pada kulit (lebih jarang).

4. Insiden
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penaggulangan secara terpadu baru dilakkan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).
Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Di indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

5. Anatomi dan Fisiologi
Saluran penghantar udara hingga mencapai paru-paru adalah hidung, farinx, larinx trachea, bronkus, dan bronkiolus.
Hidung ; Nares anterior adalah saluran-saluran di dalam. rongga hidung. Saluran-saluran itu bermuara ke dalam bagian yang dikenal sebagai vestibulum. (rongga) hidung. Rongga hidung dilapisi sebagai selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan farinx dan dengan selaput lendir sinus yang mempunyai lubang masuk ke dalam. rongga hidung. Farinx (tekak) ; adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persambungannya dengan oesopagus pada ketinggian tulang rawan krikoid. Maka ‘letaknya di belakang larinx (larinx-faringeal).
Laringx (tenggorok) terletak di depan bagian terendah farinx yang mernisahkan dari columna vertebrata, berjalan dari farinx. sampai ketinggian vertebrata servikals dan masuk ke dalarn trachea di bawahnya. Larynx terdiri atas kepingan tulang rawan yang diikat bersama oleh ligarnen dan membran.
Trachea atau batang tenggorok kira-kira 9 cm panjangnya trachea berjalan dari larynx sarnpai kira-kira ketinggian vertebrata torakalis kelima dan di tempat ini bercabang mcnjadi dua bronckus (bronchi). Trachea tersusun atas 16 – 20 lingkaran tak- lengkap yang berupan cincin tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang melengkapi lingkaran disebelah belakang trachea, selain itu juga membuat beberapa jaringan otot.
Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira vertebrata torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea dan dilapisi oleh.jenis sel yang sama. Bronkus-bronkus itu berjalan ke bawah dan kesamping ke arah tampuk paru. Bronckus kanan lebih pendek dan lebih lebar daripada yang kiri, sedikit lebih tinggi darl arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat di bawah arteri, disebut bronckus lobus bawah. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan, dan berjalan di bawah arteri pulmonalis sebelurn di belah menjadi beberapa cabang yang berjalan kelobus atas dan bawah.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronchus lobaris dan kernudian menjadi lobus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronchus yang ukurannya semakin kecil, sampai akhirnya menjadi bronkhiolus terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveoli (kantong udara). Bronkhiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih I mm. Bronkhiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan. Tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah. Seluruh saluran udara ke bawah sampai tingkat bronkbiolus terminalis disebut saluran penghantar udara karena fungsi utamanya adalah sebagai penghantar udara ke tempat pertukaran gas paru-paru.
Alveolus yaitu tempat pertukaran gas assinus terdiri dari bronkhiolus dan respiratorius yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya. Ductus alveolaris seluruhnya dibatasi oleh alveoilis dan sakus alveolaris terminalis merupakan akhir paru-paru, asinus atau.kadang disebut lobolus primer memiliki tangan kira-kira 0,5 s/d 1,0 cm. Terdapat sekitar 20 kali percabangan mulai dari trachea sampai Sakus Alveolaris. Alveolus dipisahkan oleh dinding yang dinamakan pori-pori kohn.
Paru-paru terdapat dalam rongga thoraks pada bagian kiri dan kanan. Dilapisi oleh pleura yaitu parietal pleura dan visceral pleura. Di dalam rongga pleura terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrikai. Paru kanan dibagi atas tiga lobus yaitu lobus superior, medius dan inferior sedangkan paru kiri dibagi dua lobus yaitu lobus superior dan inferior. Tiap lobus dibungkus oleh jaringan elastik yang mengandung pembuluh limfe, arteriola, venula, bronchial venula, ductus alveolar, sakkus alveolar dan alveoli. Diperkirakan bahwa stiap paru-paru mengandung 150 juta alveoli, sehingga mempunyai permukaan yang cukup luas untuk tempat permukaan/pertukaran gas.

Proses fisiologi pernafasan dimana 02 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan C02 dikeluarkan keudara ekspirasi dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi yaitu masuknya campuran gas-gas ke dalam dan keluar paru-paru. karena ada selisih tekanan yang terdapat antara atmosfer dan alveolus akibat kerja mekanik dari otot-otot. Stadium kedua, transportasi yang terdiri dan beberapa aspek yaitu : (1) Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal) dan antara darah sistemik dan sel.-sel jaringan (2) Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam alveolus. (3) Reaksi kimia dan fisik dari 02 dan C02 dengan darah respimi atau respirasi interna menipak-an stadium akhir dari respirasi, yaitu sel dimana metabolik dioksida untuk- mendapatkan energi, dan C02 terbentuk sebagai sampah proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru-paru (4) Transportasi, yaitu. tahap kcdua dari proses pemapasan mencakup proses difusi gas-gas melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 urn). Kekuatan mendorong untuk pemindahan ini adalah selisih tekanan parsial antara darah dan fase gas. (5) Perfusi, yaitu pemindahan gas secara efektif antara. alveolus dan kapiler paru-paru membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi (aliran darah) dalam kapiler dengan perkataan lain ventilasi dan perfusi. dari unit pulmonary harus sesuai pada orang normal dengan posisi tegak dan keadaan istirahat maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang kecuali pada apeks paru-paru.
Secara garis besar bahwa Paru-paru memiliki fungsi sebagai berikut:
(1) Terdapat permukaan gas-gas yaitu mengalirkan Oksigen dari udara atmosfer kedarah vena dan mengeluarkan gas carbondioksida dari alveoli keudara atmosfer. (2) menyaring bahan beracun dari sirkulasi (3) reservoir darah (4) fungsi utamanya adalah pertukaran gas-gas
5. Patofisiologi
Port de’ entri kuman microbaterium tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit, kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui udara (air borne), yaitu melalui inhalasi droppet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi.
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi terdiri dari satu sampai tiga gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di saluran hidung dan cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus biasanya di bagian bawah lobus atau paru-paru, atau di bagian atas lobus bawah. Basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut dan memfagosit bacteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah hari-hari pertama maka leukosit diganti oleh makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya sehingga tidak ada sisa yang tertinggal, atau proses dapat juga berjalan terus, dan bakteri terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Basil juga menyebar melalui getah bening menuju ke kelenjar bening regional. Makrofag yang mengadakan infiltrasi mcajadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloit, yang dikelilingi oleh fosit. Reaksi ini biasanya membutuhkan waktu 10 sampai 20 hari.
6. Manifestasi Klinik
Tuberkulosis sering dijuluki “the great imitator” yaitu suatu penyakit yang mempunyai banyak kemiripan dengan penyakit lain yang juga memberikan gejala umum seperti lemah dan demam. Pada sejumlah penderita gejala yang timbul tidak jelas sehingga diabaikan bahkan kadang-kadang asimtomatik.
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, gejala respiratorik dan gejala sistemik:
1. Gejala respiratorik, meliputi:
a. Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b. Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
c. Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
d. Nyeri dada
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2. Gejala sistemik, meliputi:
a. Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b. Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan
b. Darah berbuih bercampur udara
c. Darah segar berwarna merah muda
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia kadang-kadang terjadi
f. Benzidin test negatif

2. Muntah darah
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual
b. Darah bercampur sisa makanan
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung
d. Darah bersifat asam
e. Anemia seriang terjadi
f. Benzidin test positif

3. Epistaksis
a. Darah menetes dari hidung
b. Batuk pelan kadang keluar
c. Darah berwarna merah segar
d. Darah bersifat alkalis
e. Anemia jarang terjadi

6. Test Diagnostik
Foto thorax PA dengan atau tanpa literal merupakan pemeriksaan radiology standar. Jenis pemeriksaan radiology lain hanya atas indikasi Top foto, oblik, tomogram dan lain-lain.
Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan bilier
Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) ; Ditemukannya kuman micobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru.
Pemeriksaan biasanya lebih sensitive daripada sediaan apus (mikroskopis). Pengambilan dahak yang benar sangat penting untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Pada pemeriksaan pertama. sebaiknya 3 kali pemeriksaan dahak. Uji resistensi harus dilakukan apabila ada dugaan resistensi terhadap pengobatan.
Pemeriksaan sputum adalah diagnostik yang terpenting dalam prograrn pemberantasan TBC paru di Indonesia.

8. Klasifikasi
Klasifikasi TB Paru dibuat berdasarkan gejala klinik, bakteriologik, radiologik dan riwayat pengobatan sebelumnya. Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi.
Sesuai dengan program Gerdunas P2TB klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:

a. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
1. Dengan atau tanpa gejala klinik
2. BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3. Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria:
1. Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif
2. BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.



c. Bekas TB Paru dengan kriteria:
a. Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif
b. Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
c. Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
d. Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).

9. Penanganan Medik
Tujuan pengobatan pada penderita TB Paru selain untuk mengobati juga mencegah kematian, mencegsah kekambuhan atau resistensi terhadap OAT serta memutuskan mata rantai penularan.
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin + Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH.

Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
  1. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan dalam penanggulangan TB.
  2. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang memiliki sarana tersebut.
  3. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO) khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
  4. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang cukup.
  5. Pencatatan dan pelaporan yang baku.
B. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data-data yang perlu dikaji pada asuhan keperawatan dengan Tuberkulosis paru (Doengoes, 2000) ialah sebagai berikut :
1. Riwayat PerjalananPenyakit
a. Pola aktivitas dan istirahat
Subjektif : Rasa lemah cepat lelah, aktivitas berat timbul. sesak (nafas pendek), sulit tidur, demam, menggigil, berkeringat pada malam hari.
Objektif : Takikardia, takipnea/dispnea saat kerja, irritable, sesak (tahap, lanjut; infiltrasi radang sampai setengah paru), demam subfebris (40 -410C) hilang timbul.

b. Pola nutrisi
Subjektif : Anoreksia, mual, tidak enak diperut, penurunan berat badan.
Objektif : Turgor kulit jelek, kulit kering/bersisik, kehilangan lemak sub kutan.

c. Respirasi
Subjektif : Batuk produktif/non produktif sesak napas, sakit dada.
Objektif : Mulai batuk kering sampai batuk dengan sputum hijau/purulent, mukoid kuning atau bercak darah, pembengkakan kelenjar limfe, terdengar bunyi ronkhi basah, kasar di daerah apeks paru, takipneu (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleural), sesak napas, pengembangan pernapasan tidak simetris (effusi pleura.), perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural), deviasi trakeal (penyebaran bronkogenik).

d. Rasa nyaman/nyeri
Subjektif : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang.
Obiektif : Berhati-hati pada area yang sakit, prilaku distraksi, gelisah, nyeri bisa timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga timbul pleuritis.

e. Integritas ego
Subjektif : Faktor stress lama, masalah keuangan, perasaan tak berdaya/tak ada harapan.
Objektif : Menyangkal (selama tahap dini), ansietas, ketakutan, mudah tersinggung.

2. Riwayat Penyakit Sebelumnya:
a. Pernah sakit batuk yang lama dan tidak sembuh-sembuh.
b. Pernah berobat tetapi tidak sembuh.
c. Pernah berobat tetapi tidak teratur.
d. Riwayat kontak dengan penderita Tuberkulosis Paru.
e. Daya tahan tubuh yang menurun.
f. Riwayat vaksinasi yang tidak teratur.

3. Riwayat Pengobatan Sebelumnya:
a. Kapan pasien mendapatkan pengobatan sehubungan dengan sakitnya.
b. Jenis, warna, dosis obat yang diminum.
c. Berapa lama. pasien menjalani pengobatan sehubungan dengan penyakitnya.
d. Kapan pasien mendapatkan pengobatan terakhir.

4. Riwayat Sosial Ekonomi:
a. Riwayat pekerjaan. Jenis pekerjaan, waktu dan tempat bekerja, jumlah penghasilan.
b. Aspek psikososial. Merasa dikucilkan, tidak dapat berkomunikisi dengan bebas, menarik diri, biasanya pada keluarga yang kurang marnpu, masalah berhubungan dengan kondisi ekonomi, untuk sembuh perlu waktu yang lama dan biaya yang banyak, masalah tentang masa depan/pekerjaan pasien, tidak bersemangat dan putus harapan.

5. Faktor Pendukung:
a. Riwayat lingkungan.
b. Pola hidup.
Nutrisi, kebiasaan merokok, minum alkohol, pola istirahat dan tidur, kebersihan diri.
c. Tingkat pengetahuan/pendidikan pasien dan keluarga tentang penyakit, pencegahan, pengobatan dan perawatannya.

6. Pemeriksaan Diagnostik:
a. Kultur sputum: Mikobakterium Tuberkulosis positif pada tahap akhir penyakit.
b. Tes Tuberkulin: Mantoux test reaksi positif (area indurasi 10-15 mm terjadi 48-72 jam).
c. Poto torak: Infiltnasi lesi awal pada area paru atas ; Pada tahap dini tampak gambaran bercak-bercak seperti awan dengan batas tidak jelas ; Pada kavitas bayangan, berupa cincin ; Pada kalsifikasi tampak bayangan bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
d. Bronchografi: untuk melihat kerusakan bronkus atau kerusakan paru karena TB paru.
e. Darah: peningkatan leukosit dan Laju Endap Darah (LED).
f. Spirometri: penurunan fuagsi paru dengan kapasitas vital menurun.

3. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang lazim terjadi pada klien dengan Tuberkulosis paru adalah sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan: Sekret kental atau sekret darah, Kelemahan, upaya batuk buruk. Edema trakeal/faringeal.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan: Berkurangnya keefektifan permukaan paru, atelektasis, Kerusakan membran alveolar kapiler, Sekret yang kental, Edema bronchial.
3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi berhubungan dengan: Daya tahan tubuh menurun, fungsi silia menurun, sekret yang inenetap, Kerusakan jaringan akibat infeksi yang menyebar, Malnutrisi, Terkontaminasi oleh lingkungan, Kurang pengetahuan tentang infeksi kuman.
4. Perubahan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan: Kelelahan, Batuk yang sering, adanya produksi sputum, Dispnea, Anoreksia, Penurunan kemampuan finansial.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan berhubungan dengan: Tidak ada yang menerangkan, Interpretasi yang salah, Informasi yang didapat tidak lengkap/tidak akurat, Terbatasnya pengetahuan/kognitif
4. Rencana Keperawatan
Adapun rencana keperawatan yang ditetapkan berdasarkan diagnosis keperawatan yang telah dirumuskan sebagai berikut:

1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Tujuan: Mempertahankan jalan napas pasien. Mengeluarkan sekret tanpa bantuan. Menunjukkan prilaku untuk memperbaiki bersihan jalan napas. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai kondisi. Mengidentifikasi potensial komplikasi dan melakukan tindakan tepat.

Intervensi:
a. Kaji fungsi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, imma, kedalaman dan penggunaan otot aksesori.
Rasional: Penurunan bunyi napas indikasi atelektasis, ronki indikasi akumulasi secret/ketidakmampuan membersihkan jalan napas sehingga otot aksesori digunakan dan kerja pernapasan meningkat.

b. Catat kemampuan untuk mengeluarkan secret atau batuk efektif, catat karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis.
Rasional: Pengeluaran sulit bila sekret tebal, sputum berdarah akibat kerusakan paru atau luka bronchial yang memerlukan evaluasi/intervensi lanjut.

c. Berikan pasien posisi semi atau Fowler, Bantu/ajarkan batuk efektif dan latihan napas dalam.
Rasional: Meningkatkan ekspansi paru, ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan peningkatan gerakan sekret agar mudah dikeluarkan

d. Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, suction bila perlu.
Rasional: Mencegah obstruksi/aspirasi. Suction dilakukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

e. Pertahankan intake cairan minimal 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi.
Rasional: Membantu mengencerkan secret sehingga mudah dikeluarkan

f. Lembabkan udara/oksigen inspirasi.
Rasional: Mencegah pengeringan membran mukosa.
g. Berikan obat: agen mukolitik, bronkodilator, kortikosteroid sesuai indikasi.
Rasional: Menurunkan kekentalan sekret, lingkaran ukuran lumen trakeabronkial, berguna jika terjadi hipoksemia pada kavitas yang luas.

h. Bantu inkubasi darurat bila perlu.
Rasional: Diperlukan pada kasus jarang bronkogenik. dengan edema laring atau perdarahan paru akut.

2. Gangguan pertukaran gas
Tujuan: Melaporkan tidak terjadi dispnea. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal. Bebas dari gejala distress pernapasan.
Intervensi
a. Kaji dispnea, takipnea, bunyi pernapasan abnormal. Peningkatan upaya respirasi, keterbatasan ekspansi dada dan kelemahan.
Rasional: Tuberkulosis paru dapat rnenyebabkan meluasnya jangkauan dalam paru-pani yang berasal dari bronkopneumonia yang meluas menjadi inflamasi, nekrosis, pleural effusion dan meluasnya fibrosis dengan gejala-gejala respirasi distress.

b. Evaluasi perubahan-tingkat kesadaran, catat tanda-tanda sianosis dan perubahan warna kulit, membran mukosa, dan warna kuku.
Rasional: Akumulasi secret dapat menggangp oksigenasi di organ vital dan jaringan.

c. Demonstrasikan/anjurkan untuk mengeluarkan napas dengan bibir disiutkan, terutama pada pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim.
Rasional: Meningkatnya resistensi aliran udara untuk mencegah kolapsnya jalan napas.

d. Anjurkan untuk bedrest, batasi dan bantu aktivitas sesuai kebutuhan.
Rasional: Mengurangi konsumsi oksigen pada periode respirasi.

e. Monitor GDA.
Rasional: Menurunnya saturasi oksigen (PaO2) atau meningkatnya PaC02 menunjukkan perlunya penanganan yang lebih. adekuat atau perubahan terapi.

f. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional: Membantu mengoreksi hipoksemia yang terjadi sekunder hipoventilasi dan penurunan permukaan alveolar paru.

3. Resiko tinggi infeksi dan penyebaran infeksi
Tujuan:
Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan resiko penyebaran infeksi. Menunjukkan/melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang. aman.
Intervensi
a. Review patologi penyakit fase aktif/tidak aktif, penyebaran infeksi melalui bronkus pada jaringan sekitarnya atau aliran darah atau sistem limfe dan resiko infeksi melalui batuk, bersin, meludah, tertawa., ciuman atau menyanyi.
Rasional: Membantu pasien agar mau mengerti dan menerima terapi yang diberikan untuk mencegah komplikasi.

b. Identifikasi orang-orang yang beresiko terkena infeksi seperti anggota keluarga, teman, orang dalam satu perkumpulan.
Rasional: Orang-orang yang beresiko perlu program terapi obat untuk mencegah penyebaran infeksi.

c. Anjurkan pasien menutup mulut dan membuang dahak di tempat penampungan yang tertutup jika batuk.
Rasional: Kebiasaan ini untuk mencegah terjadinya penularan infeksi.

d. Gunakan masker setiap melakukan tindakan.
Rasional: Mengurangi risilio penyebaran infeksi.

e. Monitor temperatur.
Rasional: Febris merupakan indikasi terjadinya infeksi.

f. Identifikasi individu yang berisiko tinggi untuk terinfeksi ulang Tuberkulosis paru, seperti: alkoholisme, malnutrisi, operasi bypass intestinal, menggunakan obat penekan imun/ kortikosteroid, adanya diabetes melitus, kanker.
Rasional: Pengetahuan tentang faktor-faktor ini membantu pasien untuk mengubah gaya hidup dan menghindari/mengurangi keadaan yang lebih buruk.

g. Tekankan untuk tidak menghentikan terapi yang dijalani.
Rasional: Periode menular dapat terjadi hanya 2-3 hari setelah permulaan kemoterapi jika sudah terjadi kavitas, resiko, penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

h. Pemberian terapi INH, etambutol, Rifampisin.
Rasional: INH adalah obat pilihan bagi penyakit Tuberkulosis primer dikombinasikan dengan obat-obat lainnya. Pengobatan jangka pendek INH dan Rifampisin selama 9 bulan dan Etambutol untuk 2 bulan pertama.

i. Pemberian terapi Pyrazinamid (PZA)/Aldinamide, para-amino salisik (PAS), sikloserin, streptomisin.
Rasional: Obat-obat sekunder diberikan jika obat-obat primer sudah resisten.

j. Monitor sputum BTA
Rasional: Untuk mengawasi keefektifan obat dan efeknya serta respon pasien terhadap terapi.

4. Perubahan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
Tujuan:
Menunjukkan berat badan meningkat mencapai tujuan dengan nilai laboratoriurn normal dan bebas tanda malnutrisi. Melakukan perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat badan yang tepat.
Intervensi:
a. Catat status nutrisi paasien: turgor kulit, timbang berat badan, integritas mukosa mulut, kemampuan menelan, adanya bising usus, riwayat mual/rnuntah atau diare.
Rasional: berguna dalam mendefinisikan derajat masalah dan intervensi yang tepat.

b. Kaji pola diet pasien yang disukai/tidak disukai.
Rasional: Membantu intervensi kebutuhan yang spesifik, meningkatkan intake diet pasien.

c. Monitor intake dan output secara periodik.
Rasional: Mengukur keefektifan nutrisi dan cairan.

d. Catat adanya anoreksia, mual, muntah, dan tetapkan jika ada hubungannya dengan medikasi. Awasi frekuensi, volume, konsistensi Buang Air Besar (BAB).
Rasional: Dapat menentukan jenis diet dan mengidentifikasi pemecahan masalah untuk meningkatkan intake nutrisi.

e. Anjurkan bedrest.
Rasional: Membantu menghemat energi khusus saat demam terjadi peningkatan metabolik.

f. Lakukan perawatan mulut sebelum dan sesudah tindakan pernapasan.
Rasional: Mengurangi rasa tidak enak dari sputum atau obat-obat yang digunakan yang dapat merangsang muntah.

g. Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
Rasional: Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

h. Rujuk ke ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.
Rasional: Memberikan bantuan dalarn perencaaan diet dengan nutrisi adekuat unruk kebutuhan metabolik dan diet.

i. Konsul dengan tim medis untuk jadwal pengobatan 1-2 jam sebelum/setelah makan.
Rasional: Membantu menurunkan insiden mual dan muntah karena efek samping obat.

j. Awasi pemeriksaan laboratorium. (BUN, protein serum, dan albumin).
Rasional: Nilai rendah menunjukkan malnutrisi dan perubahan program terapi.

k. Berikan antipiretik tepat.
Rasional: Demam meningkatkan kebutuhan metabolik dan konsurnsi kalori.

5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, pengobatan, pencegahan.
Tujuan: Menyatakan pemahaman proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan. Melakukan perubahan prilaku dan pola hidup unruk memperbaiki kesehatan umurn dan menurunkan resiko pengaktifan ulang luberkulosis paru. Mengidentifikasi gejala yang mernerlukan evaluasi/intervensi. Menerima perawatan kesehatan adekuat.
Intervensi
a. Kaji kemampuan belajar pasien misalnya: tingkat kecemasan, perhatian, kelelahan, tingkat partisipasi, lingkungan belajar, tingkat pengetahuan, media, orang dipercaya.
Rasional: Kemampuan belajar berkaitan dengan keadaan emosi dan kesiapan fisik. Keberhasilan tergantung pada kemarnpuan pasien.
b. Identifikasi tanda-tanda yang dapat dilaporkan pada dokter misalnya: hemoptisis, nyeri dada, demam, kesulitan bernafas, kehilangan pendengaran, vertigo.
Rasional: Indikasi perkembangan penyakit atau efek samping obat yang membutuhkan evaluasi secepatnya.

c. Tekankan pentingnya asupan diet Tinggi Kalori Tinggi Protein (TKTP) dan intake cairan yang adekuat.
Rasional: Mencukupi kebutuhan metabolik, mengurangi kelelahan, intake cairan membantu mengencerkan dahak.

d. Berikan Informasi yang spesifik dalam bentuk tulisan misalnya: jadwal minum obat.
Rasional: Informasi tertulis dapat membantu mengingatkan pasien.

e. jelaskan penatalaksanaan obat: dosis, frekuensi, tindakan dan perlunya terapi dalam jangka waktu lama. Ulangi penyuluhan tentang interaksi obat Tuberkulosis dengan obat lain.
Rasional: Meningkatkan partisipasi pasien mematuhi aturan terapi dan mencegah putus obat.

f. jelaskan tentang efek samping obat: mulut kering, konstipasi, gangguan penglihatan, sakit kepala, peningkatan tekanan darah
Rasional: Mencegah keraguan terhadap pengobatan sehingga mampu menjalani terapi.

g. Anjurkan pasien untuk tidak minurn alkohol jika sedang terapi INH.
Rasional: Kebiasaan minurn alkohol berkaitan dengan terjadinya hepatitis

h. Rujuk perneriksaan mata saat mulai dan menjalani terapi etambutol.
Rasional: Efek samping etambutol: menurunkan visus, kurang mampu melihat warna hijau.
i. Dorong pasien dan keluarga untuk mengungkapkan kecemasan. Jangan menyangkal.
Rasional: Menurunkan kecemasan.
Penyangkalan dapat memperburuk mekanisme koping.
j. Berikan gambaran tentang pekerjaan yang berisiko terhadap penyakitnya misalnya: bekerja di pengecoran logam, pertambangan, pengecatan.
Rasional: Debu silikon beresiko keracunan silikon yang mengganggu fungsi paru/bronkus.
k. Anjurkan untuk berhenti merokok.
Rasional: Merokok tidak menstimulasi kambuhnya Tuberkulosis; tapi gangguan pernapasan/ bronchitis.
l. Review tentang cara penularan Tuberkulosis dan resiko kambuh lagi.
Rasional: Pengetahuan yang cukup dapat mengurangi resiko penularan/ kambuh kembali. Komplikasi Tuberkulosis: formasi abses, empisema, pneumotorak, fibrosis, efusi pleura, empierna, bronkiektasis, hernoptisis, u1serasi Gastro, Instestinal (GD, fistula bronkopleural, Tuberkulosis laring, dan penularan kuman.

5. Evaluasi
a. Keefektifan bersihan jalan napas.
b. Fungsi pernapasan adekuat untuk mernenuhi kebutuhan individu.
c. Perilaku/pola hidup berubah untuk mencegah penyebaran infeksi.
d. Kebutuhan nutrisi adekuat, berat badan meningkat dan tidak terjadi malnutrisi.
e. Pemahaman tentang proses penyakit/prognosis dan program pengobatan dan perubahan perilaku untuk memperbaiki kesehatan.

Related posts:
  1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN FRAKTUR CRURIS PENGERTIAN Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan...
Related posts brought to you by Yet Another Related Posts Plugin.


ASKEP PADA NEONATUS DGN ISPA

18 Februari 2010



Pengertian

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu keadaan dimana saluran pernafasan (hidung, pharing dan laring) mengalami inflamasi yang menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas dan akan menyebabkan retraksi dinding dada pada saat melakukan pernafasan (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 450).
Infeksi saluran nafas adalah penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi organisme asing (Whaley and Wong; 1991; 1418).

ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)

a. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
b. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
c. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih dari 14 hari.


a. Angka kejadian dan diagnosis

Pada rumah sakit umum yang telah menjadi rumah sakit rujukan terdapat 8,76 %-30,29% bayi dan neonatal yang masih mengalami infeksi dengan angka kematian mencapai 11,56%-49,9%. Pengembangan perawatan yang canggih mengundang masalah baru yakni meningkatnya infeksi nosokomial yang biasanya diakhiri dengan keadaan septisemia yang berakhir dengan kematian (Victor dan Hans; 1997; 220).


Diagnosis dari penyakit ini adalah melakukan kultur (biakan kuman) dengan swab sebagai mediator untuk menunjukkan adanya kuman di dalam saluran pernafasan. Pada hitung jenis (leukosit) kurang membantu sebab pada hitung jenis ini tidak dapat membedakan penyebab dari infeksi yakni yang berasal dari virus atau streptokokus karena keduanya dapat menyebabkan terjadinya leukositosis polimorfonuklear (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 453).


b. Etiologi dan karakteristik

Infeksi saluran pernafasan adalah suatu penyakit yang mempunyai angka kejadian yang cukup tinggi. Penyebab dari penyakit ini adalah infeksi agent/ kuman. Disamping itu terdapat beberapa faktor yang turut mempengaruhi yaitu; usia dari bayi/ neonatus, ukuran dari saluran pernafasan, daya tahan tubuh anak tersebut terhadap penyakit serta keadaan cuaca (Whaley and Wong; 1991; 1419).
Agen infeksi adalah virus atau kuman yang merupakan penyebab dari terjadinya infeksi saluran pernafasan. Ada beberapa jenis kuman yang merupakan penyebab utama yakni golongan A -hemolityc streptococus, staphylococus, haemophylus influenzae, clamydia trachomatis, mycoplasma dan pneumokokus.

Usia bayi atau neonatus, pada anak yang mendapatkan air susu ibu angka kejadian pada usia dibawah 3 bulan rendah karena mendapatkan imunitas dari air susu ibu.
Ukuran dari lebar penampang dari saluran pernafasan turut berpengaruh didalam derajat keparahan penyakit. Karena dengan lobang yang semakin sempit maka dengan adanya edematosa maka akan tertutup secara keseluruhan dari jalan nafas.
Kondisi klinis secara umum turut berpengaruh dalam proses terjadinya infeksi antara lain malnutrisi, anemia, kelelahan. Keadaan yang terjadi secara langsung mempengaruhi saluran pernafasan yaitu alergi, asthma serta kongesti paru.

Infeksi saluran pernafasan biasanya terjadi pada saat terjadi perubahan musim, tetapi juga biasa terjadi pada musim dingin (Whaley and Wong; 1991; 1420).


c. Manifestasi klinis

Penyakit ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya demam, adanya obstruksi hisung dengan sekret yang encer sampai dengan membuntu saluran pernafasan, bayi menjadi gelisah dan susah atau bahkan sama sekali tidak mau minum (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 451).


d. Terapi dan Penatalaksanaan

Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut. Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik. Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.

Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 452).



e. Diagnosis banding

Penyakit infeksi saluran pernafasan ini mempunyai beberapa diagnosis banding yaitu difteri, mononukleosis infeksiosa dan agranulositosis yang semua penyakit diatas memiliki manifestasi klinis nyeri tenggorokan dan terbentuknya membrana. Mereka masing-masing dibedakan melalui biakan kultur melalui swab, hitungan darah dan test Paul-bunnell. Pada infeksi yang disebabkan oleh streptokokus manifestasi lain yang muncul adalah nyeri abdomen akuta yang sering disertai dengan muntah (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990; 454).

TANDA DAN GEJALA
Sebagian besar anak dengan infeksi saluran nafas bagian atas memberikan gejala yang sangat penting yaitu batuk. Infeksi saluran nafas bagian bawah memberikan beberapa tanda lainnya seperti nafas yang cepat dan retraksi dada. Selain batuk gejala ISPA pada anak juga dapat dikenali yaitu flu, demam dan suhu tubuh anak meningkat lebih dari 38,5 0 C dan disertai sesak nafas (PD PERSI, 2002).
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :

1. ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut :

a) Batuk.
b) Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c) Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d) Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.

2). Gejala ISPA Sedang

Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :

a) Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b) Suhu lebih dari 390C.
c) Tenggorokan berwarna merah
d) Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e) Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f) Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g) Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.

3). Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut:

a) Bibir atau kulit membiru
b) Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c) Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d) Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e) Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f) Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g) Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h) Tenggorokan berwarna merah


PENULARAN
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin, udara, pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat kesaluran pernapasannya.


F. PENCEGAHAN ISPA
Beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mencegah ISPA adalah:

1). Mengusahakan Agar Anak Mempunyai Gizi Yang Baik
a) Bayi harus disusui sampai usia dua tahun karena ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi.
b) Beri bayi makanan padat sesuai dengan umurnya.
c) Pada bayi dan anak, makanan harus mengandung gizi cukup yaitu mengandung cukup protein (zat putih telur), karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral.
d) Makanan yang bergizi tidak berarti makanan yang mahal. Protein misalnya dapat di peroleh dari tempe dan tahu, karbohidrat dari nasi atau jagung, lemak dari kelapa atau minyak sedangkan vitamin dan mineral dari sayuran,dan buah-buahan.
e) Bayi dan balita hendaknya secara teratur ditimbang untuk mengetahui apakah beratnya sesuai dengan umurnya dan perlu diperiksa apakah ada penyakit yang menghambat pertumbuhan.
Dinkes DKI (2005)

2). Mengusahakan Kekebalan Anak Dengan Imunisasi

Agar anak memperoleh kekebalan dalam tubuhnya anak perlu mendapatkan imunisasi yaitu DPT (Depkes RI, 2002). Imunisasi DPT salah satunya dimaksudkan untuk mencegah penyakit Pertusis yang salah satu gejalanya adalah infeksi saluran nafas (Gloria Cyber Ministries, 2001).

3). Menjaga Kebersihan Perorangan Dan Lingkungan

Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan modal utama bagi pencegahan penyakit ISPA, sebaliknya perilaku yang tidak mencerminkan hidup sehat akan menimbulkan berbagai penyakit. Perilaku ini dapat dilakukan melalui upaya memperhatikan rumah sehat, desa sehat dan lingkungan sehat (Suyudi, 2002).

4). Pengobatan Segera
Apabila anak sudah positif terserang ISPA, sebaiknya orang tua tidak memberikan makanan yang dapat merangsang rasa sakit pada tenggorokan, misalnya minuman dingin, makanan yang mengandung vetsin atau rasa gurih, bahan pewarna, pengawet dan makanan yang terlalu manis. Anak yang terserang ISPA, harus segera dibawa ke dokter (PD PERSI, 2002)


G. PENGOBATAN PADA ISPA
- ISPA Berat : dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik melalui jalur infus , di beri oksigen dan sebagainya

- ISPA ringan : diberi obat antibiotik melaui mulut. Pilihan obatnya Kotrimoksasol, jika terjadi alergi / tidak cocok dapat diberikan Amoksilin, Penisilin, Ampisilin

- ISPA ringan : tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan di rumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik selama 10 hari.


H. PERAWATAN DIRUMAH
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA.

1. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia 2 bulan samapai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).

2. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan.

4. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.

5. Lain-lainnya
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam. Jika pilek, bersihkan hidung , yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap. Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.

I. PEMBERANTASAN ISPA
Yang Dilakukan Adalah :
- Penyuluhan kesehatan yang terutama di tujukan pada para ibu.
- Pengelolaan kasus yang disempurnakan.
- Immunisasi
- Menghindari anak kontak langsung dengan penderita ISPA

Sedangkan kegiatan yang dapat dilakukan oleh kader kesehatan adalah diharapkan dapat membedakan kasus pneumonia (pneumonia berat dan pneumonia tidak berat) dari kasus-kasus bukan pneumonia sehingga dapat :

1) Memberikan penjelasan dan komunikasi perihal penyakit batuk pilek biasa (bukan pneumonia) serta penyakit pneumonia kepada ibu-ibu serta perihal tindakan yang perlu dilakukan oleh ibu yang anaknya menderita penyakit.

2) Memberikan pengobatan sederhana untuk kasus-kasus batuk pilek (bukan pneumonia) dengan tablet parasetamol dan obat batuk tradisional obat batuk putih.


3) Merujuk kasus pneumonia berat ke Puskesmas/Rumah Sakit terdekat.
4) Atas pertimbangan dokter Puskesmas maka bagi kader-kader di daerah-daerah yang terpencil (atau bila cakupan layanan Puskesmas tidak menjangkau daerah tersebut) dapat diberi wewenang mengobati kasus-kasus pneumonia (tidak berat) dengan antibiotik kontrimoksasol.

5) Mencatat kasus yang ditolong dan dirujuk



f. Pengkajian terutama pada jalan nafas
Fokus utama pada pengkajian pernafasan ini adalah pola, kedalaman, usaha serta irama dari pernafasan.

Pola, cepat (tachynea) atau normal.
Kedalaman, nafas normal, dangkal atau terlalu dalam yang biasanya dapat kita amati melalui pergerakan rongga dada dan pergerakan abdomen.
Usaha, kontinyu, terputus-putus, atau tiba-tiba berhenti disertai dengan adanya bersin.

Irama pernafasan, bervariasi tergantung pada pola dan kedalaman pernafasan.
Observasi lainya adalah terjadinya infeksi yang biasanya ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, adanya batuk, suara nafas wheezing. Bisa juga didapati adanya cyanosis, nyeri pada rongga dada dan peningkatan produksi dari sputum (Whaley and Wong; 1991; 1420).


g. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman, pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia dan pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Victor dan Hans; 1997; 224).


h. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, tujuan dan intervensi
1. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan proses inflamasi pada saluran pernafasan, nyeri.

Tujuan:
Pola nafas kembali efektif dengan kriteria: usaha nafas kembali normal dan meningkatnya suplai oksigen ke paru-paru.
Intervensi:
a. Berikan posisi yang nyaman sekaligus dapat mengeluarkan sekret dengan mudah.
b. Ciptakan dan pertahankan jalan nafas yang bebas.
c. Anjurkan pada keluarga untuk membawakan baju yang lebih longgar, tipis serta menyerap keringat.
d. Berikan O2 dan nebulizer sesuai dengan instruksi dokter.
e. Berikan obat sesuai dengan instruksi dokter (bronchodilator).
f. Observasi tanda vital, adanya cyanosis, serta pola, kedalaman dalam pernafasan.


2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi mekanik dari jalan nafas oleh sekret, proses inflamasi, peningkatan produksi sekret.
Tujuan:
Bebasnya jalan nafas dari hambatan sekret dengan kriteria: jalan nafas yang bersih dan patent, meningkatnya pengeluaran sekret.

Intervensi:
a. Lakukan penyedotan sekret jika diperlukan.
b. Cegah jangan sampai terjadi posisi hiperextensi pada leher.
c. Berikan posisi yang nyaman dan mencegah terjadinya aspirasi sekret (semiprone dan side lying position).
d. Berikan nebulizer sesuai instruksi dokter.
e. Anjurkan untuk tidak memberikan minum agar tidak terjadi aspirasi selama periode tachypnea.
f. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian cairan perparenteral yang adekuat.
g. Berikan kelembaban udara yang cukup.
h. Observasi pengeluaran sekret dan tanda vital.


3. Cemas berhubungan dengan penyakit yang dialami oleh anak, hospitalisasi pada anak
Tujuan:
Menurunnya kecemasan yang dialami oleh orang tua dengan kriteria: keluarga sudah tidak sering bertanya kepada petugas dan mau terlibat secara aktif dalam merawat anaknya.

Intervensi:
a. Berikan informasi secukupnya kepada orang tua (perawatan dan pengobatan yang diberikan).
b. Berikan dorongan secara moril kepada orang tua.
c. Jelaskan terapi yang diberikan dan respon anak terhadap terapi yang diberikan.
d. Anjurkan kepada keluarga agar bertanya jika melihat hal-hal yang kurang dimengerti/ tidak jelas.
e. Anjurkan kepada keluarga agar terlibat secara langsung dan aktif dalam perawatan anaknya.
f. Observasi tingkat kecemasan yang dialami oleh keluarga.












DAFTAR PUSTAKA

Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC.

Whalley & wong. (1991). Nursing Care of Infant and Children Volume II book 1. USA: CV. Mosby-Year book. Inc

Yu. H.Y. Victor & Hans E. Monintja. (1997). Beberapa Masalah Perawatan Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.
TATALAKSANA PENDERITA DIARE
TUJUAN
Tercapainya tatalaksana penderita diare dengan tepat dan efektif
A. DIARE AKUT
1. BATASAN
Secara operasional, diare akut adalah buang air besarlembek /cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering biasanya ( biasanya 3 kali atau lebih dalam sehari ) dan tberlangsung kurang dari 14 hari.
2. ETIOLOGI DAN EPIDEMIOLOGI
a) Etiologi
Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam golongan 6 besar, tetapi yang sering ditemukan di
lapangam ataupun klinis adalah diare yang disebabkan infeksi dan keracunan. Untuk menganal penyebab diasre
yang digambarkan dalam bagan berikut :
PENYEBAB PENYAKIT DIARE
P
lai
Epi
B. EPIDEMOLOGI
1) Penyebaran Kuman yang menyebabkan diare
P
E
NY
EBA
B
P
E
NY
AKI
T
D
IA
R
E
INFEKSI
Malabsor
psi
Alergi
Keracuna
n
Keracuana Bahan
Kimiaensi
Keracunan oleh
racun yang
dikandung dan
diproduksi
Aerom
onas
Bakteri
Parasit
Imunisasi
Defisensi
Virus
Golongan
vebrio
E.coli
Salmoneli
a
Shigella
Giarda
lamblia
Entamuba
histolytca
Protozoas
Ascaris Strongy
loides
Adenovirus
Rotavirus Norwalk + Norwalk like agent
Bacilus
Cereus
Clostridium
Periscens
Blastssisti
s huminis
Crypto
sparidiu
Balantidiu
m coli
Cacing
perut
Trichuris
Bacilus
cereus
Camflylo
bacter
Stsphilococ
usaurfus
Clos
tridium
perfricens
Ikan
Sebab
sebab lain
Algame
Buah-buahan Sayur-sayuran
Jazad Renik
Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/minuna yang tercemar
tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Beberapa perilaku dapat menyebabkan penyebaran kuman
enterik dan meningkatkan risiko terjadinya diare perilaku tersebut antara lain :
a) Tidak memberikan ASI ( Air Susi Ibu ) secara penuh 4-6 bulan pada pertama kehidupan pada bayi yang tidak
diberi ASI risiko untuk menmderita diare lebih besar dari pada bayi yang diberi AsI penuh dan kemungjinan
menderita dehidrasi berat juga lebih besar.
b) Menggunakan botol susu , penggunakan botol ini memudahkan pencernakan oleh Kuman , karena botol susah
dibersihkan
c) Menyimpan makanan masak pada suhu kamar. Bila makanan disimpan beberapa jam pada suhu kamar
makanan akan tercemar dan kuman akan berkembang biak,
d) Menggunakan air minum yang tercemar . Air mungkin sudah tercemar dari sumbernya atau pada saat disimpan
di rumah, Perncemaran dirumah dapat terjadi kalau tempat penyimpanan tidak tertutup atau apabila tangan
tercemar menyentuh air pada saat mengambil air dari tempat penyimpanan.
e) Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan
menyuapi anak,
f) Tidak membuang tinja ( termasuk tinja bayi ) dengan benar Sering beranggapan bahwa tinja bayi tidaklah
berbahaya padahal sesungguhnya mengandung virus atau bakteri dalam jumlah besar sementara itu tinja
binatang dapat menyebabkan infeksi pada manusia.
2) Faktor penjamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare
Beberapa faktor pada penjamu dapat meningkatkan insiden beberapa penyakit dan lamanya diare.
Faktor-faktor tersebut adalah :
a) Tidak memberikan ASI sampai 2 Tahun. ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi kita terhadap
berbagai kuman penyebab diare seperti : Shigella dan v cholerae
b) Kurang gizi beratnya Penyakit , lama dan risiko kematian karena diare meningkat pada anak-anak yang
menderita gangguan gizi terutama pada penderita gizi buruk.
c) Campak diare dan desentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak
dalam waktu 4 minggu terakhir hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh penderita.
d) Imunodefesiensi /Imunosupresi. Keadaan ini mungkin hanya berlangsung sementara, misalnya sesudah infeksi
virus ( seperti campak ) natau mungkin yang berlangsung lama seperti pada penderita AIDS ( Automune
Deficiensy Syndrome ) pada anak imunosupresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak parogen dan
mungkin juga berlangsung lama,
e) Segera Proposional , diare lebih banyak terjadi pada golongan Balita ( 55 % )
3) Faktor lingkungan dan perilaku :
Penyakit diare merupakan salah satu penyakiy yang berbasis lingkungan dua faktor yang dominan, yaitu sarana air
bersih dan pembuangan tinja kedua faktor ini akan berinteraksi bersamadengan perilaku manusia Apabila faktor
lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat
pula. Yaitu melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare.
3. PRINSIP TATALAKSANA PENDERITA DIARE
a) Mencegah terjanya dehidrasi
Mencegah terjadi nya dehidasi dapat dilakukan mulai dari rumah dengan memberikan minum lebih banyak dengan
cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah sayur, air sup.
Macam Cairan yang dapat digunakan akan tergantung pada :
?? Kebiasaan setempat dalam mengobati diare
?? Tersedianya cairan sari makanan yang cocok
?? Jangkauan pelayanan Kesehatan
?? Tersedianya oralit
Bila tidak mungkin memberikan cairan rumah tangga yang diajukan , berikan air matang.
b. Mengobati dehidrasi
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak), penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan
untuk mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi dehidrasi berat,
penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral
c. Memberi makanan
Berikan makanan selama diare untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan
tumbuh serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan makanan sesuai yang
dianjurkan.
Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering diberi ASI.
Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat harus diberikan makanan
yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering.
Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk membantu pemulihan
berat badan anak.
d. Mengobati masalah lain
Apabila diketemukan penderita diare disertai dengan penyakit lain, maka diberikan pengobatan sesuai indikasi,
dengan tetap mengutamakan rehidrasi.
Tidak ada Obat yang aman dan efektif untuk menghentikan diare.
4. PROSEDUR TATALAKSANA PENDERITA DIARE
a. Menilai derajat dehidrasi
Tabel Penilaian Derajat Dahidrasi
Penilaian A B C
1.lihat
Keadaan Umum
Mata
Air Mata
Mulut & Lidah
Rasa Haus
Baik , Sadar
Normal
Ada
Basah
Minun biasa
Tidak Hasus
?? Gelisa, Rewel
Cekung
Tidak ada
Kering
* Haus , Ingin
Minum Banyak
?? Lesu, lunglai atau tidak
adar
Sangat cekung dan kering
Tidak ada
Sangat Kering
?? Malas minun atau
Tidak bisa minum
2. Periksa
Turgor Kulit
Kembali capat * Kembali tambat ?? Kembali Sangat Lambat
3.Derajat Dehidrasi Tanpa Dehidrasi sedang Dehidrasi ringan/
Bila ada 1 tanda *
Ditambah 1 atau
Lebih tanda lain
Dehidrasi berat
Bila ada 1 tanda
Ditambah 1 atau
Lebih tanda lain
4. Terapi Rencana terapi A Rencana Terapi B Tencana Terapi C
Cara membaca tabel untuk menentukan kesimpulan derajat dehidrasi :
?? Baca tabel penilaian derajat dehidrasi dari kolom kanan ke kiri ( C ke A )
?? Kesimpulan derajat dehidrasi penderita ditentukan dari adanya 1 gejala kunci ( yang diberi tanda bintang ) ditambah
minimal 1 gejala yang lain ( minimal 1 gejala ) pada kolom yang sama.
Dengan menggunakan Tabel penilaian Derajat Dehidrasi lihatlah :
?? Bagaimana keadaan umum anak tersebut ?
- Apakah dia baik dan sadar ?
- Apakah dis gelisah atau rewel ?
?? Apakah dia mengantuk . lesu,lunglai atau tidak sadar ?
?? Apakah anak mengeluarkan air mata waktu menangis?
?? Apakah matanya normal cekung atau sangat cekung dan kering ?
?? Apakah mulut dan lidahnya basah , kering atau sangat kering ?
( raba lidah dan bagian dalam mulut dengan jari yang basih dan kering untuk mengetahui keadaan mulut dan lidah anak )
?? Saat Saudara memberikan minum , apakah anak :
- Minum biasa atau tampak tidak haus ?
- Minun banyak dan tampak haus ?
- Minum sedikit atau tampak tidak bisa minum ?
Periksalah
Sewaktu kulit perut dicubit apakah kembali dengan cepat, lambat atau sangat lambat ( lebih lama dari 2 detik )
Catatan : Hati-hati dalam mengartikan cubitan kulit karena :
?? Pada penderita yang gizinya buruk , kulitnya mungkin saja kembali dengan lambat walaupun dia tidak dehidrasi.
?? Pada pemderita yang obesitas ( terlalu gemuk ) , kulitnya mungkin saja kembali dengan cepat walaupun penderita
mengalami dehidrasi.
b. Menentukan rencana pengobatan
Berdasarkan hasil penilaian derajat dehidrasi gunakan bagan Rencana Pengobatan yang sesuai :
?? Rencana terapi a untuk penderita diare tanpa dehidrasi
?? Rencana tetapi B untuk penderita diare dengan dehidrasi ringan sedang
?? Rencana tetapi c untuk penderita diare dengan dehidrasi berat
RENCANA TERAPI A
UNTUK MENGOBATI DIARE DIRUMAH
(Penderita diare tanpa dehidrasi )
GUNAKAN CARA INI UNTUK MENGAJARI IBU :
?? Teruskan mengobati anak diare dirumah
?? Berikan terapi awal bila terkena diare lagi
MENERANGKAN TIGA CARA TERAPI DIARE DIRUMAH
1. BERIKAN ANAK LEBIH BANYAK CAIRAN DARIPADA BIASANYA UNTUK
MENCEGAH DEHIDRASI
?? Gunakan cairan rumah tangga yang dianjurkan , seperti larutan oralit,makanan yang cair
(seperti sup,air tajin ) dan kalau tidak ada air matang . Gunakan larutan oralit untuk anak
seperti dijelaskan dalam kotak dibawah (catatan jika anak berusia kurang dari 6 bulan dan
belum makan makanan padat lebih baik diberi oralit dan air matang dari pada makanan
yang cair ).
?? Berikan larutan ini sebanyak anak mau , berikan jumlah larutan oralit seperti dibawah.
?? Teruskan pemberian larutan ini hingga diare berhenti.
2. BERI ANAK MAKAN UNTUK MENCEGAH KURANG GIZI
?? Teruskan ASI
?? Bila anak tidak mendapat ASI berikan susu yang biasa diberikan, untuk anak kurang dari
6 bulan dan belum mendapat makanan padat , dapat diberikan susu,
?? Bila anak 6 bulan atau lebih atau telah mendapat makanan padat
- Berikan bubur lbila mungkin dicampur dengan kacanf-kacangan, sayur, daging atau ikan ,
tmbahkan 1 atau 2 sendok the minyak sayur tiap porsi
- Berikan sari buah segar atau pisang halus untuk menanbahkan kalium
- Berikan makanan yang segar masak dan haluskan atau tumbuk makanan dengan baik
- Bujuk anak untuk makan , berikan makanan sedikitnya 6 kali sehari
- Berikan makanan yang sama setelah diare berhenti, dan diberikan porsi makanan
tambahan setiap hari selama 2 minggu
3. BAWA ANAK KEPADA PETUGAS KESEHATAN BILA ANAK TIDAK MEMBAIK
DALAM 3 HARI ATAU MENDERITA SEBAGAI BERIKUT :
?? Buang Air besar cair lebih sering
?? Muntah berulang-ulang
?? Rasa haus yang nyatak
?? Makan atau Minum sedikit
?? Demam
?? Tinja berdarah
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN SEDANG
ANAK HARUS DIBERI ORALIT DIRUMAH BILA :
?? Setelah mendapat Rencana Terapi B atau C
?? Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan bila diare memburuk
?? Memberikan oralit kepada semua anak dengan diare yang datang ke petugas kesehatan
merupakan kebijaksaan pemerintah
JIKA AKAN DIBERI LARUTAN ORALIT DI RUMAH, TUNJUKKAN KEPADA
IBU JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN SETIAP HABIS BUANG AIR BESAR
DAN DIBERIKAN ORALIT YANG CUKUP UNTUK 2 HARI
UMUR
JUMLAH ORALIT YANG
DIBERIKAN TIAP B.A B
JUMLAH ORALIT YANG
DISEDIAKAN DIRUMAH
< 1 Tahun 50 –100 ml 400 ml /hari ( 2 bungkus)
1-4 Tahun 100 – 200 ml 600 – 800 ml/ hari ( 3-4
bungkus)
> 5 Tahun 200 – 300 ml 800 – 1000 ml/hari ( 4-5
bungkus)
Dewasa 300 – 400 ml 1200 –2800 ml / hari
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan oralit
Berikan sesendok the tiap 1-2 menit untuk anak dibawah umur 2 tahun
Berikan beberapa teguk dari gelas untuk anak lebih tua
Bila anak muntah, tunggulah 10 menit kemudian berikan cairan lebih lama ( misalnya
sesendok tiap 2-3 menit
Bila diare berlanjut setelahoralit habis beritahu ibu untuk memberikan cairan lain
seperti dijelaskan dalam cara pertamas atau kembali kepada petugas kesehatan untuk
mendapat tambahan oralit.
RENCANA TERAPI B
UNTUK TERAPI DEHIDRASI RINGAN/SEDANG
JUMLAH ORALIT YANG DIBERIKAN DALAM 3 JAM PERTAMA
Bila berat badan anak tidak diketahui dan atau untuk memudahkan di lapangan berikan oralit
sesuai tabel dibawah ini
Umur < 1 Tahun 1 – 4 Tahun > 5 Tahun Dewasa
Jumlah ORALIT 300 ml 600 ml 1200 ml 2400 ml
Bila anak menginginkan lebih banyak oralit berikanlah
Bujuk ibu untuk meneruskan ASI
Untuk bayi dibawah 6 bulan yang tidak mendapat ASI berikan juga 100 200 ml air masak
selama masa ini
ORALIT yang diberikan dihitung dengan mengalikan berat badan penderita
( kg ) dengan 75 ml
AMAT ANAK DENGAN SEKSAMA DAN BANTU IBU MEMBERIKAN ORALIT
?? Tunjukkan jumlah cairan yang harus diberikan
?? Tunjukan cara memberikannya sesendok the tiap 1 –2 menit untuk anak di bawah 2 tahun
beberapa teguk dari cangkir untuk anak yang lebih tua
?? Periksa dari waktu bila ada masalah
?? Bila anak muntah tunggu 10 menit dan kemudian teruskan pemberian oralit tetapi lebih
lambat, misalnya sesendok tiap 2 –3 menit
?? Bila kelopak mata anak bengkak hentikan pemberian oralit dan air masak atau ASI beri
oralit sesuai Rencana tetapi A bila pembengkakan telah hilang
SETELAH 3-4 JAM NILAI KEMBALI ANAK MENGGUNAKAN BAGAN PENILAIAN
KEMUDIAN PILIH RENCANA TERAPI A , B ATAU C UNTUK MELANJUTKAN TERAPI
?? Bila tidak ada dehidrasi , ganti ke rencana terapi A, Bila dehidras telah hilang anak
biasanya kemudian mengantuk dan tidur
?? Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang ulang Rencana terap B , tetapi tawarkan
makanan susu dan sari buah seperti rencana terapi A
?? Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat ganti dengan rencana terapi C
BILA IBU HARUS PULANG SEBELUM SELESAI RENCANA TERAPI B
?? Tunjukkan jumlah orait yang harus dihabiskan dalam terapi 3 jam di rumah
?? Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi seperti dijelaskan dalam rencana terapi A
?? Tunjukkan cara melarutkan oralit
?? Jelaskan 3 cara dalam rencana terapi A untuk mengobati anak dirumah
??Memberikan oralit atau cairanlain hingga diare berhenti
??Memberi makan anak sebagaimana biasanya
??Membawa anak ke petugas kesehatan.
RENCANA TERAPI C
UNTUK DEHIDRASI BERAT
Ikuti arah anak panah , bila jawaban dari pertanyaan ya , teruskan ke kanan bila tidak, teruskan kebawah
Mulai Disini
YA
Dapatkah Saudara
memberikan cairan
intravena ?
Adakah Terapi
terdekat (dalam
30 menit)
TIDAK
Apakah penderita
bisa minum ?
Segera Rujuk anak untuk
rehidrasi melalui
Nasogastrik atau
intravena
Apakah Saudara
dapat nenggunakan
pipa nasogastrik
untuk rehidrasi ?
YA
Mulai diberi cairan IV segera bila penderita bisa minum , berikan
oralit. Sewaktu cairan I.V dimulai beri 100 ml/kg.catatan Ringer
laklat ( atau cairan normal selain bila ringer laktat tidak tersedia )
dibagi sebagai berikut.
Umur Pemberian 1- 30
ml/kg dalam
Kemudian 70
ml/kg dalam
Bayi < 1 tahun 1 jam 5 jam
Anak =1 tahun ½ jam 2 ½ jam
* Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba
?? Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum
tercapai pencepat tatasan Intravena
?? Juga berikan oralit (5ml/kg/jam),bila pebderita bisa minum
niasanyasetelah 3-4 jam ( bayi)atau 1-2(anak)
?? Setelah 6jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita
mengunakan Tabel Pernilaian Kemudian pilihlah rencana terapi
yang sesuai (A,B atau C ) untuk melanjutkan terapi.
?? KirimPenderita untuk terapi Intravena
?? Bila penderita bisa minum sediakan Oralit dan tunjukkan cara
memberikannya selama di penjalanan
?? Mulai tehidrasi melalui mulat( dengan Oralit berikan 20,l/kg/jam
selam 6jam (total 120 .l/kg)
?? Nilailah penderita 1-2 jam
??Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan- pelan
??Bila tehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam rujuk penderita untuk
terapi Intravena
?? Setelah 6 jam nilai kembali penderita dan pilih rencana terapi
yang sesuai
?? Mulai rehidrasi melalui mulut dengan oralit. Berikan 20
ml/kg/jamseama 6 jam ( total 120 ml/kg,
?? Nilailah penderita tiap 1-2 jam
??Bila muntah atau perut kembung berikan cairan pelan-pelan
??Bila rehidrasi tidak tercapai setelah 3 jam, rujuk penderita
untuk terapi Intravena
??Setelah 6 jam nilai kembali kondisi penderita dan pilih rencana
terapi yang sesuai.
Catatan :
?? Bila mungkin amati penderita sedikitnya 6 jam setelah rehidrasi untuk memastikan bahwa ibu dapat
nenjaga mengembalikan cairan yang hilang dengan memberi oralit.
?? Ila umur anak diatas 2 tahun dan kolera baru saja berjangkit di daerah Saudara pikiran kemungkinan
kolera dan beri antibiotika yang tepat secara oral begitu anak sadar.
YA
TIDAK
YA
TIDAK
YA
TIDAK
Diare Bermasalah
1. Disentri Berat
a) Batasan
Sindrom desentri terdiri dari kumpulan gejala diare dengan darah dan lendir dalam feses dan adanya tenesnusb
b) Etiologi dan Epidemiologi.
Diare berdarah dapat disebabkan oleh kelompok penyebab diare,seperti oleh infeksi virus, bakteri, parasit, Intoleransi laktosa ,
alergi protein susu sapi. Tetapi sebagian besar disentri disebabkan oleh infeksi.Penularannya secara fecal –oral kontak dan
orang ke orang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. Infeksi ini menyebar melalui makanan dan air yang
terkontaminasi dan biasanya terjadi pada daerah dengan sanitasi dan higiene perorangan yang buruk Pernah dilaporkan
diantara pelaku homoseksual, di Indonesia, penyebab utama disentri adalah Shigella, Salmonela, compylobacter jejui,
Escherichia ( E. Coli) , dan Entamoeba histolytica. Disentri berat ummunya disebabkan oleh shigellia dysentery, kadang-kadang
dapat juga disebabkan oleh shigella flexneri, salmonella dan enteroinvasl v.e.E.colo ( EIEC).
Angka kejadian disentri sangat bervariasi di beberapa negara. Di Bangladesh dilaporkan selama sepuluh tahun ( 1974 – 1984 )
angka kejadian disentri berkisar antara 19,3 % - 42 % .
Di Thailand dilaporkan disentri merupakan 20 dari pasien rawat jalan rumah sakit anak di Bangkok, di Indonesia dilaporkan
dari hasil suevei evaluasi tahun 1989 –1990 diperoleh angka kejadian disentri sebesar 15 %,
Hasil survei pada balita di Rumak Sakit di Indonesia menunjukkan proporsi spesies shigella sebagai etiologi diare. S dysebtery
5,9 %, S flexnery 70,6 %, S boydii 5,9 % s sannei 17,6 % Dari laporab surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus disentri
didapatkan 13,3 % di Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 % pasien rawat jalan
,Meskipun proporsi S.dysentry rendah,tetapi kita harus selalu waspada, karena S dysentery dapat muncul sebagai epidemi.
Epidemi ini telahmelanda Asia Selatan sekitar akhir tahun 80 an dan awal tahun 90 an , Epidemi ini dapat disebabkan oleh
shigela disentry yang telah resisten terhadap berbagai antibiotik. Proporsi penderita diare dengan disentri di Indonesia
dilaporkan berkisar antara 5-15 % . Proporsi disentri yang menjadi disentri berat belum jelas.
c) Patogenesis
Faktor risiko yang menyebabkan beratnya disentri antara lain : gizi kurang,usia sangat muda, tidak mendapat ASI, menderita
campak dalam 6 bulan terakhir, mengalami dehidrasi ,serta penyebab diare lainnya, misalnya Shigella, yaitu suatu bakteri yang
menghasilkantoksin dan atau resisten ganda terhadap antibiotik Pemberian spasmolitik memperbesar kemungkinan terjadinya
megakolon toksik. Pemberian antibiotik dimana kuman penyebab telah resisten terhadap antibiotik tersebut akan memperberat
manfestasi klinis dan memperlambat sekresi kuman penyebab dalam feses penderita.Shigella menghasilkan sekelompok
eksotoksin yang dinamakan shigatoxin ( ST) kelompok toksin ini mempunyai 3 efek : neurotoksik , sitotpksik dan enterotoksik.
Beberapa bakteri enterik lain menghasilkan toksin dengan efek yang sama, dinamakan shiga like toxin ( sit),Toksin ini
mempunyai dua unit yaitu unit fungsional,yang menimbulkan kerusukan .dan unit pengikat yang menentukan afinitas toksin
terhadap reseptor tertentu. Perbedaan unit inilah yang menetapkan bentuk komplikasi yang terjadi.Komplikasi yang muncul
akibat toksin bersifat dose related.Dapat dimengerti kalau kita berhadapan dengan infeksi yang lebih besar Shiga toxin ini
dapat menimbulkan kerusakan yang lebih berat kalau bekerja sama dengan Endotoxin : Lipopoly sacharide (LPS) bakteri.
Paparan lebih awal terhadapLPS lebih mempercepat dan memperbesrat kerusakan dalam arti kata lebih memperbesar
kemungkinan munculnya Komplikasi,
Disamping itu Infeksi Shigella dysentery dan flexneri telah dibuktikan menurunkan imunitas, antara laindisebabkan peningkatan
aktifitas sel T suppresser dan penekakan kemampuan phogositosis makrophag. Infeksi shigella menimbulkan kehilangan
protein melalui usus yang tercemin dengan munculnya hipo albuminemia dan hipo transferinemia. Disentri, khususnya yang
disertai gejala panas, juga disertai penurunan nafsu makan. Rangkaian patogenensis ini akan mempermudah munculnya
kurang energi protein ( KEP ) dan infeksi sekunder.
d) Gambaran Klinis
Diare pada disentri umumnya diawali oleh diare cair, kemudian pada hari kedua atau ketiga baru muncul darah, dengan
maupun tanda lendir, sakit perut yang diikuti munculnya tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa
lemah.Pada saat tenesmus terjadi, pada kebanyakan penderita akan mengalami penurunan volume diarenya dan mungkin
feses hanya berupa darah dan lendir. Gejala Infeksi saluran napas akut dapat menyertai disentri. Dissentri dapat menimbulkan
dehidrasi,dari yang ringan sampai dengan dehidrasi berat walaupun kejadiannya lebih jarang jika dibandingkan dengan diare
cair akut, Komplikasi disentri dapat terjadi lokal di saluran cema maupun sistemik
e) Komplikasi pada saluran cerna
1) Perforasi
Perforasi terjadi akibat vaskulitas atau ulkus transmural dan biasanya terjadi pada anak dengan Kurang Energi Protein ( KEP )
berat, Angka kejadian perforasi kecil. Pada penelitian di Bangladesh pada 173 kasus disentri yang diotopsi didapatkan hanya 3
kasus yang mengalami perforasi.Diagnosis ditegakkan secara klinis dan dibantu dengan pemeriksaan radiologis berdasarkan
temuan udara bebas intra peritoneal, serta ditemukan nya tanda-tanda peritonitis.
2) Megakolon toksik
Megakolon toksin biasanya terjadi pada pankolitis Diduga toksin shiga yang besifat neurotoksik berperan penting dalam
mempengaruhi motilitas usus, dimana terjadi penurunan mtilitas kolon yang berat diikuti oleh distensi usus yang berat,
Keadaan ini terjadi terutama disekitar ulkus transmural sehingga disebut pulau mukosa.Distensi dan penurunan motilitas akan
menyababkan tumbuh ganda bakteri enterik , ballooning effect ( mengembangnya usus sehingga seluruh lapisan dinding
menipis, terjadi penjepitan pembuluh darah yang menimbulkan anoksia, melumpuhkan fungsi usus serta memperlemah bamer
mechanism ), sehingga gabungan pankolitis dan megakolon pada megakolon toksik hampir selalu menimbulkan gejala sepsis.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis dari Bangladesh dilaporkan 3 % dari penderita disentri yang meninggal
dirumah sakit dan diotopsi disertai dengan gejala obstruksi usus sehingga harus dipikirkan sebagai diagnosis banding
megakolon toksik,
f) Komplikasi Sistematik
1) Hipoglikemia
Komplikasi ini lebih sering terjadi pada shigellosis dibanding penyebab disentri lain hipoglikemia sangat berperan dalam
menimbulkan kematian hipoglikemia terjadi karena gagalnya proses glukoneogenesis secara klasik menifestasi klinis
hipoglikemia adalah kaki tangan berkeringat dingin, tachikardi dan letargik. Hipoglikemia berat dapat menimbulkan perubahan
kesadaran dan kejang. Tetapi gejala ini akan tersamar kalau diketemukan komplikasi lain jadi pada tiap disentri dengan
komplikasi harus diperiksa kadar glukosa darahnya Diagnosis ditegakkan melalui pengukuran kadar gula darah.
2) Hiponatremia
Komplikasi ini juga banyak terjadi pada Shigellosis dibanding penyebab lain.Hiponatremia muncul akibat gangguan reabsorpi
natrium di usus,kematian pasien dengan hipogelikemia sering dibanding hiponatremia.Manifesrasi klinis hiponatrea adalah
hipotonia dan apati, Kalau berat dapat menimbulkan kejang. Tetapi gejala ini juga akan bersamar kalau diketemukan
komplikasi lain, jadi pada tiapo disentri dengan komplikasi harus diperiksa kadar natrium darahnya ,Seyogyanya sekaligus
diperiksa juga kadar kalium darah.
3) Sepsis
Komplikasi ini paling sering menyebabkan kematian dibandingkan komplikasi lainnya data dari ICCDR menunjukkan 28,8 %
dari 239 kasus kematian akibat Shigellosis meninggal karena sepsis. Pengertian sepsis saat ini telah berubah.dulu sepsid
didefinisikan sebagai bakteriemia yang disertai gejala klinis, sekarang bakteriemia tidak lagi merupakan persyaratan diagnosis
sepsis . Asalkan Ditemukan manifestasu umum infeksi yang disertai gangguan fungsi organ multipel sudah dianggap ada sepsis
, gangguan fungsi organ multipel sudah dianggap ada sepsis , gangguan fungsi organ multipel dapat ditimbulkan mediator
kimiawi, endotoksin ,eksotoksin atau septikemianya sendiri manifestasi umum/ganguan fungsi organ multipel ini dapat berupa
hiperpireksi , cutis marmoratae (akibat distensi kapiler ) , menggigil , gaduh gelisah, proteinuria dan lain sebagainya. Yang
paling menonjol terjadinya gangguan sirkulasi yang menimbulkan syok septik.
Gangguan fungsi organ multipel ini akan berlanjut menjadi gagal organ multipel, syok menjadi ireversibel, Gagal organ multipel
hampir selalu diikuti kematian, Syok septik sangat sulit diobati, jadi untuk mencegah kematia kita harus mengambil tindakan
intensif pada tahap awal dimanabaru muncul tanda umum infeksi yang berat dan gangguan fungsi organ belum menonjol.
Bakteriemia pada disentri dengan sepsis jarang yang disebabkan langsung oleh shigella/kuman penyebab disentri lain , lebih
banyak disebabkan invasi bakteri enterik. Jadi dalam memilih antibiotik disamping memberikan antibiotik yang dapat
membunuh penyebab disentrinya, kita juga harus memberikan antibiotik yang dapat mengatasi bakteri enterik yang berinvasi
ini Diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis gejala umum infeksi serta gangguan fungsi organ multipel dibantu dengan
temuan pemeriksaan penunjang leukopenia atau leukositosis, disertai hitung jenis yang bergeser ke kiri adanya granulasi toksi
trombositepenia anemia dan CFP positif juga terjadi ganguan faktor pembekuan : penurunan kadar protrombin fibrinogen ,
faktor VIII, serta manifestasi disseminated intravascular coagulation ( DIC ) dan bakteriemia.
4) Kejang dan Ensefalopati
Kejang yang muncul pada disentri tentu saja dapat berupa kejang deman sederhana (KDS), tetapi kejang dapat merupakan
bagian dari ensefalopati, dengan kumpulan gejala hiperpireksi penurunan kesadaran dan kejang yang dapat membedakannya
dengan KDS , ensefalopati muncul akibat toksin Shiga/Sit diagnosis ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
5) Sindrom Uremik Hemolitik
Sindrom ini ditandai dengan trias anemi hemolitik akibat mikroangiopati, gagal ginjal akut dan trombositopeni. Anemia
hemolitik akut ditandai dengan ditemukannya fragmentosit pada sediaan hapus, Gagal ginjalakut ditandai oleh oliguria
perubahan kesadaran dan peningkatan kadar ureum dan kreatinin. Trombositopea dapat meninbulkangajala perdarahan
spotan. Manifestasi perdarhan juga daa disebabkan oleh mikroangiopati,yang dapat berlanjut menjadi dissemination
intravasculair coagulation ( DIC ) kematian dapat disebabkan oleh terjadinya gagal ginjalakut dan gagal jantung. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan temuan klinis serta pemeriksaan penunjang untuk memestikanadanya trombositopenia , anemia
hemolitik akut , serta peningkatan kadar ureum /kreatinin . pada keadaan yang berat bisa menyebabkan kematian karenagagal
ginjal.
6) Pneumonia
Komplikasi pneumoni bisa juga terjadi pada disentri terutama yang disebabkan oleh Shigella. Dari laporan ICDDR,B pada
penderita yang meninggsl karena disentri, 32 % ditemukan pneumoni setelah dilakukan otopsi diagnosisditegakkan sesuai
standar yang berlaku,
7) Kurang Energi Protein ( KEP )
Disentri terutama karena shigella bisa menyebabkan gangguan gizi atau kurang energi protein ( KEP ) pada anak yang belum
nya gizinys baik hal ini bisa terjadi karena masukkan yang kurang pemakaian kalori yang meningkat karena proses radang dan
hilang nutrein, khususnya protein selama diare dipihak lain kurang energi protein ( KEP ) sendiri mempermudah terjadinya
disentri . Desentri yang terjadi selama atau sesudah menderita campak sangat cepat menimbulkan KEP. Diagnosis ditegakkan
sesuai standar. Pengukuran berat badan serta kadar albumen darah secara berkala dapat menggambarkan derajat progresi
timbulnya kurang Energi Protein ( KEP).
g) Indikasi Rawat Tinggal
Disentri dengan faktor risiko menjadi berat seperti yang telah disebut diatas adalah merupakan indikasi rawat inap. Termasuk
disini adalah anak dengan gangguan gizi berat umur kurang dari satu tahun menderita campak pada enam bulan
terakhir,disentri disertai dehidrasi dan disentri yang datang sudah dengan komplikasi,
h) Tatalaksana Disetri
Secara umum disentri dikelola sama dengan kasus diare lain sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut
Aspekkhusustatalaksana disentri adalah
?? Semua kasus disentri pada tahap awal diberi antibiotik: kotrimoksazol dengan dosis 5 – 8 mg/kg bb / hari ( dihitung dari
berat trimetoprim ) atau Ampisilin dengan dosis 50 mg/kg BB/hari.
?? Penderita dipesan untuk kontrol kembali jika :
?? Tidak membaik atau bertambah berat pasda hari ketiga setelah pengobatan
?? Tidak sembuh pada hari kelima setelah pengobatan
?? Muncul tanda –tanda komplikasi yang mencakup panas tinggi kejang penurunan kesadaran tidak mau makan kejang
menjadi lemah
Pada kunjungan ulang enderita yang tidak membaik pada hari ketiga atau belum sembuh pada hari kelima setelah pengobatan
oleh Shigella / bakteri sejenis yang invasif.
Langkah diagnosis yang dapat dilakukan adalah :
?? Menilai ulang perjalanan penyakit, misalnya disentri yang muncul setelah pemakaian antibiotik yang cukup lama
mengarahkan kita untuk berpikir pada kemungkinan infeksi clostridium defficile, hubungan pola diare dengan pola
pemberian makanan mengarakhan kita untuk berpikir pada kemungkinan intoleransi laktosa atau susu sapi , disentri pada
bayi muda tanpa gejala umum infeksi yang nyata mengarahkan infeksi Compylabacter jejuni feses berupa darah
danlendir. Tanpa panas yang disertai muntah hebat.mengarahkan kita pada invaginasi usus,jangan lupa menilai adanya
komplikasi : disentri yang disertai panas hilang nafsu makan serta penurunan keadaan umum atau disertai komplikasi
biasanya disebabkan shigella atau bakteri penghasil sit lainnya..
?? Melakukan pemeriksaan mikroskopik feses Temuan trafozoit atau kista amoeba atau Giardia mendukung diagnasis
Amubiasis atau Giardiasis temuan lekoit dalam jumlah yang banyak ( >+10 /LPB ) atau makrofag mendukung diagnosis
shigella atau bakteri invasif lain. Temuan telur trichiuris ,mengatakan kita pada peranan trichiuiasisbsebagai penyabab
disentri.
?? Melakukan pemeriksaan darah tepi lekositosis mendukung diagnosis Shigellosis
?? Biakan fese dimintakan biakan untuk Shigella salmonella Comphylobeter dan coll patogen.
Setelah Melakuan penilaian ini kita harus dapat sampai pada kesimpulan apakah penderita menderita shigeliosis .Patut diingat
disentri yang disebabkan bakteri invasif sit dikelola sama dengan shigellosis jika jawabannya ya kita menganggap penderita ini
menderita infeksi olrh shigella atau bakteri sejenis yang resisten terhadap kontrimoksazol atau ampisillin ( sesuai dengan obat
awal yang telah diberikan).
Penderita tanpa komplikasi dapat dikelola secara berobat jalan antibiotik diganti dengan :
?? Asam nalidiksat , dosis 55 MG /KK BB/hari dibagi 3 dosis selama 7 hari
?? Jika tidak sembuh dengan Asam nalidiksat pindah pada antibiotik : siprogloksasin dengan dosis 30 –50 mg .kg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis selama 5 hari.
?? Jika kita menegakkan diagnosis klinik lain kita beri terapi kausal yang sesuai,
?? Amubiasis atau giardiasis diberi Metronidazolel dengan dosis 30 – 50 mg/kg BB/perhari dibagi 3 dosis selama 10 hari
?? Infeksi Campylobacter diobati dengan Eritromisin 10 mg/kg BB maksimum 500 mg per dosis setiap 6 jam selama 6-7 hari
?? Infeksi Salmonella diobati dengan Kloramfenikol 50 –75 mg/kg BB hari maksimal 2 gram perhari dibagi 4 dosis
?? Infeksi Clostridium defficile diobati dengan Metronidazole dengan dosis 30 –50 mg/kg BB perhari dibagi 3 dosis selama
7-10 hari
Untuk penderita yang dirawat dirumah sakit yang diduga disebabkan oleh Shigella yang resisten ganda antibiotik disamping
Asam Nalidiksat dan Siprofloksasi juga dapat diberikan eftriakson dengan dosis 75 – 100 mg/kg BB,intravena sekali hari selama
5 hari.Jika harus memberikan antibiotik secara parenteral , Siprofloksasin dapat diberikan secara interavena untuk yang belum
reasisten ganda terhadap antibiotik dapat diberikan ampisillin 100 mg/kg BB/hari , Intravena kali sehari atau gentamisin 3 –
5Mg/kgBB/hari intra musculair 2kali sehari. Pengelolaan dehidrasi sama dengan acuan tatalaksana diare akut, jika terjadi
komplikasi yang muncul.
i) Penanganan komplikasi
(a) Hipogikemia
Dikatakan hipogikemia apabila kadar glukosa dari 2,5 mmol per liter ( 45 g/dl )atau 3 mmol (55 mg/dl )pada KEP berat apabila
penderita tidak sadar ,berikan 1mg/kg bb, 10 % glukosa intravena dengan drip selama 15 menit. Larutan 10 % glukosa dibuat
dengan melarutkan sejumlah larutan glukosa yang dikukuhkan dengan 4 kali cairan intravena. Contoh seorang anak dengan
berat badan 10 kg ambil 10 ml dari 50 % lareutan glukoso.Tambahkan 40 ml air steril atau salin sehingga menjadi 50 ml
Berikan secara Intravera 15 menit dengan kecepatan 3-4 ml/menit.Apabila tidak mempunyai glukosa Intravena, maka berikan
50 ml air gula lewat pipa nosogastrik,
Apabila anak sadar dan dapat menelan ,beri 50 ml air lewat mulut. Periksa gula darah setelah 30 menit dan ulangi setelah
2jam ,Apabilatetap rendah pada setiap pemeriksaan tersebut diatas , maka pemberian diulangi . Apabila tidak bisa memeriksa
kadar gula ,maka jika penderita sadar berikan sesuai diatas.
(b) Hiponatremia
Jika kadar Na kurang dari 120 mg/100 ml dilakukan intervensi khusus berupa pemberian NaCI 3 % . jumlah kebutuhan Na
dalam meq adalah ( 135 kurang kadar NA serum ) x 2/3 x berat badan dalam kg.
Satu ml NaCL 3% mengandung 0,532 meq NaCL, sehingga jumlah NaCL 3% (dalam ml ) yang dibutuhkan sama dengan
kebutuhan NaCL ( dalam Meq ) yang dihitung dikalikan 2 Cairan diberikan habis dalam waktu 2 jam , jika kadar Na lebih dari
100 mg % hiponatremia dapat diatasi dengan pemberian oralit atau cairan Intravena dengan kadar Na relatif tinngi misalnya
ringerlaktat atau NaCI Fisiologis.
(c) Sepsis
Antibioti harus diberikan secara parenteral harus diingat spektruum antibiotik yang dipakai disamping untuk membunuh
Sheigella, sekaligus ditujukan pada bakteri enterik Pilihan antibiatik yang dapat dipakai adalah ( dimulai dari paling seherhana
dan relatif lebih nurah )
?? Kombinasi Ampisillin 100 mg/kg BB/hari 3 kali sehari dan Gentamisin 5mg/kg BB/ hari dua kali sehari
?? Seftriakson 100 mg /kg BB/Hari Intravena sekali sehari
?? Ceftazidimn100 mg/Kg BB /hari Intravena dua kali sehari
?? Diphenem 30mg/kg BB /hari Intravena tiga kali sehari
Pilihan tiga pertama seyogyanya ditambah dengan Metronidazole yang diberikan secara drip dengan dosis 8 mg/kg BB/hari.
Jika disertai dengan syok dan atau ensefalopati diberikan kortikosteroid, berupa beksametason dengan dosis 1-3 mg/kg
BB/ hari Intravena dibagi 3 dosis. Semua penderita syok diberi oksigen . syok diatasi dengan terapi cairan :
?? Ringer laktat 15-30 ml /kg BB dalam 30 menit sampai 1Jam pertama
?? Tensi membaik diteruskan dengan ringer laktat- dextrose 5% atau ringer dextrose untuk memenuhi kebutuhan sambil
diobservasi sehingga kecepatan pemberian cairan dapat disesuaikan
?? Tidak ada perbaikan diberikan plasma atau plasma expander 10 –20 ml/kg BB serta ringer laktat dextrose 10 –20 ml/kg
BB dalam 1jam.
?? Jika tensi belum membaik seyogyanya kecepatan cairan disesuaikan dengan tekanan vena sentralis , jika kita tidak
mampu melakukannya , terapi cairan ringer laktat dextros diteruskan
(d) Kejang dan Ensefalopati
Kejang biasanya karena kejang demam
?? Atasi demam dengan memberikan parasetamol 10 mg/kg BB/dosis.
?? Jika kejang lebih dari lima menit maka mulai terapi :
?? Apabila hanya ada diazepam, berikan diazepam 0,3 mg/kg BB Intravena atau 0,4 mg/kg BB per-rektum. tunggu 10
menit,jika masih kejang ,ulang dosis diazepam diatas dan tunggu 10 menit jika masih kejang dan pemafasanbaik,
ulangi dosis diazepam dengan pengawasan ketat terhadap pernafasannya.
?? Apabila hanya ada fenobarbiton, berikan dosis loading 15mg/kg/BB Intravena atau : tunggu 30 menit jika masih
kejang berikan dosis kedua yaitu 10 mg/kg BB intravena atau Ensefalopati tidak memerlukan antibiotik tambahan .
Antibiatik yang diberikan untuk shigellosis nya dapat diberikan secara parenteral.Berikan kortikosteroid berupa
deksametason dengan dosis 1 –3 mg/kg BB/hari Intravena dibagi 3 dosis,
(e) Megakolon toksik
Penderita megakolon toksik dikelola sebagai menangani penderita dengan sepsis pada semua penderita diberikan
kortikosteroid berupa deksametason dengan dosis : 1 –3mg/kg BB/hari intravena dibagi 3 dosis. Tindakan paliatif yang penting
adalah melakukan dekompresi berupa pemasangan pipa nasogastrik dan pipa ano-rektum agar udara lebih mudah dapat keluar
dari ronggs usus. Kalau perlu dapat dilakukan irigasi pipa dilanjutkan pengisapan secara berkala Makanan nenteral sementara
waktu dihentikan. Pemberian makanan secara parenteral seadekuat mungkin sangat penting. Intensitasnya tentu sangat
tergantung dari fasilitas dan ketrampilan yang tersedia,
(f) Sindrom Uremik Hemolitik
Anemia / perdarahan diatasi dengan transfusi termasuk transfusi trombosit sesuai kebutuhan ,untuk mengatasi gagal ginjal
seyogyanya penderita segera dikirim ke rumah sakit yang mampu melakukan dialisis peritoneal serta mengikuti kadar elektrolit
dan asam basa secara berkala. Sambil menunggu rujukan, dapat dibantu dengan pengaturan masukan cairan serta melakukan
force diuresis dengan Furosemid dengan dosis 1 mg/kg BB perkali secara intravena Antibiotik yang dipakai seyogyanya
antibiotik yang tidak dieliminasi melalui ginjal pilihannya adalah Sefriakson.
(g) Perforasi
Diatas dengan laparatomi antibiotik sama dengan yang diberikan pada sepsis tetapi selalu digabung dengan metronidazol 8
mg/kg BB /hari Intravena diberikan secara drip.
(h) Pneumonia
Diatasi dengan standar yang berlaku Antibiotik harus sekaligus dapat mengatasi shigellosis jika belum resisten ganda terhadap
antibiotik dapat diberikan Ampisillin 100 mg/kg BB/hari intravena 3kali sehari dan Gentamisin 3-5 mg/kg BB/ hari 2 kali sehari.
(i) Kurang Energi Protein ( KEP )
Kurang Eenegi Protein ( KEP ) yang telah terjadi diatasi sesuai standar yang berlaku yang tak kalah penting adalah mencegah
terjadinya malnutrisi sehubungan dengan kehilangan protein penurunan nafsu makanan dan kemampuan makan penderita
secara umum acuan pemberian makanan pada kasus disentri adalah :
?? Beri makanan sedikit-sedikit tapi sering dengan high density diet.
?? Anak dibujuk dan diberi perhatian khusus agar makandalam jumlah yang cukup.
?? Pemberian makanan ekstra minim sampai dua minggu setelah sakit Biasanya nafsu makan sudah kembali 1-2 hari setelah
pemberian antibiotik yang tepat.
2. Diare Persisten
A. Batasan
Diare persisten adalah diare akut yang berlanjut sampai 14 hari atau lebih.
B. Etiologi dan Epidemiologi
Sesuai dengan batasan bahwa diare persisten adalah diare akut yang menetap dengan sendirinya etiologi diare sama dengan
diare akut.
Faktor risiko beranjutnya diare akut menjadi diare persisten adalah :
?? Usia bayi kurang dari empat bulan
?? Tidak mendapat ASI
?? Kurang Energi Protein ( KEP )
?? Diare akut dengan etiologi bakteri invasif
?? Tatalaksana diare akut yang tidak tepat:
?? Pemakaian antibiotik yang tidak rasional
?? Pemuasaan penderita
A. Patogenesis
Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakkan mukosa usus Pada tahap awal kerusakan mukosa usus tentunya
disebabkan oleh etiplogi diare akut. Berbagai faktor, melalui interaksi timbal balik mengakibatkan lingkaran setan.Keadaan ini
tidak hanya menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa terhambat, tetapi juga menimbulkan kerusakan mukosa yang lebih
berat, faktor-faktor tersebut antara lain :
?? Berlanjutnya paparan etiologi infeksi misal : infeksi Giardia yang tidak terdeteksi.Infeksi Shigella yang resisten ganda
terhadap antibiotik.
?? Infeksi intestinal sekunder misal : munculnya infeksi c defficile akibat terapi antibiotik
?? Infeksi parenteral baik sebagai komplikasi maupun sebagai Penyakit enyerta, yang sering adalah campak ,OMA ( otitis
media akuta ), ISK ( infeksi Saluran Kencing )dan pneumonia
?? Bakteri tumbuh lampau diusus halus metabolit hasil penghancuran makanan oleh bakteri serta dekonyugasi dan
dehidroksilasi garam empedu bersifat toksik terhadap mukosa. Gangguan metabolisme garam empedu menimbulkan
gangguan penyerapan lemak Bakteri tumbuh lampau berkompetisi dengan tubuh mendapatkan mikronutrien , misalnya
vitamin B12.
?? Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit, yang diperberat oleh berkurangnya masukan. Bertambahnya kebutuhan, serta
kehilangan nutrien melalui usus gangguan gizi tidak hanya mencakup makronutrien yang dapat menimbulkan kurang
energi Protein ( KEP ) , tetapi juga malnutrisi mikronutrien, termasuk vitamin, Elektrolit dan trace element.
?? Menurunnya imunitas disebabkan oleh : faktor etiologi , misalnya pada shigellosis yang diikuti enteropati hilang protein ,
KEP, kurang mikronutrien ( vitamin A, zinc dan cuprum ) kerusakan mukosa yang mengganggu imunitas instestinal lokal
dan penyakit penyrta misalnya campak
?? Malabsorpsi yang sering terjadi adalah malabsorpsi laktosa sebagian besar diikuti intolerasi laktosa.
?? Alergi yang sering adalah alergi terhadap protein susu sapi pada keadaan diare lebih mudah terjadi penyerapan molekul
makro. Molekul makro ini dari golongan protein tertentu dapat menimbulkan reaksi alergi jadi sensitisasi dapat terjadi saat
serangan diare yang sama. Akibat diare yang berlangsung lama disertai dengan gangguan pencernaan pada diare
persisten lebih mungkin terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan hipoglikemia serta KEP,
B. Langkah Diagnosis
a) Dehidrasi
Derajad dehidrasi pada diare persisten ditetapkan sesuai dengan acuan tatalaksana diare akut hanya perlu hati-hati pada diare
persisten yang disertai KEP dan penyakit penyerta, yang dapat mengganggu penilaian indikator derajat dehidrasi. Perlu
dilakukan juga pemeriksaan kadar Na,K dan Ca serta kadar glukosa, jika sarana tersedia dilakukan pemeriksaan cadangan basa
( base excess ) secara berkala.
b) Nutrisi
? ? Status gizi ditetapkan sesuai standar kurang mikronutrien , seperti vitamin A, zinc dapat memperpanjang lama diare tetapi
sering manifestasi klinis klasik kurang mikronutren ini belum muncul. Memeriksa kadar mikronutrien ini relatif sukar dan
mahal sehiongga dalam praktek tanpa pemeriksaan lebih dulu ,semua penderita dengan diare persisten diberi
suplementasi mikronutrien tertentu
? ? Kemampuan makan anak dinilai berdasarkan riwayat umum makanansewaktu sehat.Riwayat makan salama sakit.
Keadaanumum anak serta melalui pengawatan sampai kesimpulan cara dan bentuk pemberia makanan:
?? Apakah sepenuhnya dapat diberikan makanan enteral atau memerlukan makanan parenteral
?? Apakah bentuk makanan enteral yang diberikan : cair, saring, lunak, atau biasa.
? ? Kemampuan Pencermaan anak dinilai berdasarkan riwayat makan sewaktu sehat dan selama sakit dihubungkan dengan
manifestasi klinis yang muncul sampai dugaan apakah ada intoleransi terhadap jenis makanan tertentu .
penetapanadanya intoleransi dilakukan pemeriksaan penunjang antara lain:
? ? Pemeriksaan gula feses dengan tablet clinitest ( uji klinik ) atau les Benendict
? ? Pemeriksaan ph feses
? ? Pemeriksaan mikroskopik feses untuk melihat butir lemak
? ? Stestokrit
Terdapat Serangkaian pemeriksaan lain misalnya lactose loading test hydrogen breath test yang relatif lebih sukar untuk
dilakukan .
Dalam praktek adanya intoleransi , baik yang berdasarkan malabsorpsi maupun alergi terutama ditegakkan melalui uji
withdrawal ( avoidance) dan challenging ( henti dan tetang ) pemberian makanan kelaian yang muncul pada tatangan dan
menghilang pada penghentian makanan yang diuji dapat dinilai hanya berdasarkan manifestasi klinis tetapi dapat juga
berdasarkan pemeriksaan penunjang,
Dari rangkaian langkah diagnosis ini kita dapat sampai pada kesimpulan apakah penderita dengan :
?? Intoleransi laktosa intoleransi laktosa ditemukan pada lebih dari 80 % diare persisten sehingga dalam penanggulangan
diare persiste,sehingga dalam penanggulangan diare persisten, jika tidak memakai ASI, pada tahap awal selalu diberikan
makan yang rendah atau bebes laktosa.
?? Sensitif terhadap proteim susu sapi
?? Sensitif terhadap protein susu kedelai
?? Steatorrhoe
c) Penyebab Infeksi
Jika pada tatalaksana diare akut kita tidak dituntut untuk menelusuri jenis kuman penyebab diare, pada diare persisten kita
harus mencari faktor penyebab ini dengan aktif langkah diagnosis yang dapat dilakukan adalah:
?? Mempelajari perjalanan penyakit dengan harapan dapat mengarahkan kita pada diagnosis etiologik.
?? Melakukan pemeriksaan mikroskopik feses .temuan trofozoit atau kista Amoeba atau giardia mendukung diagnosis atau
Giardiasis.
?? Temuan lekosit dalam jumlah yang banyak ( ? )10 / LPB ) atau makrofag mendukung diagnosis Shigella atau bakteri
invasif lain.Infestasi cacing tertentu, misal Strongiloides atau Trichiuris diperkirakan dapat menbulkan diare
?? Melakukan pemeriksaan darah tepi leukositosis mendukung infeksi bakteri invasif, khususnya shigellosis ,Eodinofilia
mendukung adanya infestasi parasits
?? Biakan feses, dimintakan biakan untuk kuman enterik patogen antara lain Shigella , Sallmonella , Campylobacter, Yersinia
dan coli patogen.
d) Penyakit penyerta
Diare peristen sering disertai penyakit penyerta diagnosis ditegakkan sesuai dengan standar.
e) Indikasi Rawat Inap
?? Berumur kurang dari 4 bulan
?? Mengalami dehidrasi
?? Menderita kurang Energi Protein (KEP) sedang dan berat
?? Menderita infeksi berat
?? Indikasi berdasarkan penyakit penyerta lain
?? Penderita diperkirakan tidak akan dapat mengkonsumsi makanan sesuai dengan jenis bentuk dan jumlah yang
direkomendasikan.
f) Tatalaksana
Tatalaksana diare persisten meliputi rehidrasi nutrisidan pengobatan infeksi penyerta.
1. Rehidrasi
Oralit efektif untuk sebagian besar penderita dengan diare persisten. Pada sebagian kecil penderita , mungkin terjadi gangguan
absorpsi monosakarida ( gkukosa , sukrosa ) sehingga diare menjadi berat pada kasus-kasus demikian dilakukan dehidrasi
secara intravena. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit diatas sesuai dengan tatalaksana disentri berat
2. Nutrisi
Sasaran akhir ditujukan untuk menjamin tumbuh kembang yang optimal dengan mengkonsumsi diet yang sesuai dengan
umurnya berdasar pada kondisi klinik yang normal untuk itu kita harus mengupayakan regenerasi mukosa usus dengan
mematahkan lingkaran setan yang memperberat kerusakan mukosa usus. Pasokan nutrien yang adekuat, baik dalam jumlah
maupun komposisinya merupakanlangkah kunci untuk mencapainya pada diare persisten perlu ditekan adanya malabsorpsi
ganda dan berat,sehingga usaha pemberian nutrisi harus disesuakan dengan kemampuan / kapasitas digesti dan absorpsi
saluran cerna. Pemberian nutrisi optal akan memacu regenerasi mukosa, meningkatkan kapasitas digesti dan absorpsi ,
sehingga akan memperluas pilihan jenis, bentuk dan cara pemberian makanan. Kemajuan dalam terapi nutrisi parenteral,
sangat membantu penanganan diare persisten . Tetapi harus diingat nutrisi enteral harus lebih diutamakan karena lebih
murah, efek sampingnya lebih sedikit, dan yang paling penting, ternyata rehabilitasi mukosa jauh akan lebih cepat dan
sempurna kalau diberi nutrisi intra luminal,yang hanya dapat dipasok melalui nutrisi enteral.
Banyak acuan dan cara pemberian makanan pada penderita diare persisten. Makanan akan diberikan dalam bentuk padat atau
cair, alami atau hidrolisat atau produk nutrisi elemental sintetis; Kontinyu atau intermiten diberikan secara oral atau melalui
pipa lambung atau pemberian nutrisi pareteral secara perifer atau sentral.Nutrisi enteral harus merupakan prioritas walaupun
terjadi peningkatan volume dan frekuensi defekasi keadaan ini dapat ditolerir sepanjang kesebangan nutrisi tetap positif.
Nutrisi Enteral
Langkah pertama adalah menetapkan pilihan jenis makanan yang diberikan faktor yang dipertimbangkan :
?? Umur anak
?? Kebiasaan makan sebelum dan selam sakit
?? Kemampuan pencernaan anak
Acuan yang dipakai
?? Jika anak masih mendapat ASI ,ASI harus tetap diberikan. Kalau anak tidak dapat menetek, ASI dapat diperas atau
dipompa laktosa memang tidak dianjurkan untuk diberikan pada diare persisten tetapi melihat nilai nutrisi yang lain ,Sifatsifat
unologis dan sifat anti infeksi dari ASI maka kelanjutan pemberian ASI pada penderita diare persisten harus tetap
dipertahankan pada bayi yang tidak minum ASI diberikan susu rendah laktosa
?? Apabila anak sudah dapat mengkonsumsi bahan makanan biasa pilihan yang dianjurkan :
? ? Sumber Karbohidrat : beras
? ? Sumber Protein : Daging Ayam , Tempe, atau Telur.
? ? Sumber Lemak: Minyak Sayur
Langkah berikutnya adalah menentukan bentuk makanan apakah : Cair, saring, Lunak tau biasa . Bentuk yang dipilih
disamping tergantung jenis makanan yang akan diberikan, juga mengikuti pilihan cara pemberian makanan yang dapat berupa
melalui mulut( makan sendiri, disendokkan ).
Bayi yang lebih tua dan anak harus diberikan makanan enam kali sehari segera setelah bisa makan. Kebanyakan mengalami
anoreksia selama satu dua hari sampai infeksi dapat ditanggunglangi Dalam hal ini mereka membutuhkan makan lewat pipa
lambung . Dua macam makanandapat merupakan pilihan diare persisten.
?? Gunakan susu sebagai sumber protein hewani. Berikan tidak lebih dari 3,7 g laktosa/kg BB /hari ± &0 % dari anakanakakan
membaik dengan diet ini , Jika anak tidak membaik dalam tujuh hari, atau apabila diare atau dehidrasi
memberat hentikan diet dan berikan diet kedua, kedua pilihan diet tersebut paling sedikit mengandung 70 Kkal /100 g
dan disediakan minimal 10 % dari kalori yang diberikan oleh protein.
Contoh: Campurkan 40 G nasi ( 5 Sendok the penuh ) yang terbuat dari
15 g beras
85 ml susu segar ( 2/5 cangkir )
3,5 g minyak ( ¾ sendok teh )
3 g gula/Glukosa ( 2/3 peres sendok teh )
campurkan sampai 200 ml ( satu cangkir penuh ) dengan air
Berikan 200 ml/ kg berat badan / hari
Diet rendah tepung dan bebas laktosa
Gunakan telur, ayam, atau ikan sebagai sumber protein
Contoh : campurkan 8 g nasi ( 1sendok teh penuh ) dibuat dari 3 g beras
64 g telur ( 2 telur kecil ) atau 12 g ayam atau ikan cincang
4 g minyak ( 1sendok teh)
3 g gula / glukosa ( 2/3 peres sendok teh)
Campur dengan air sampai 200ml , jika menggunakan telur mentah, masaklah terlebih dahulu.
Berikan 200 ml / kg BB / hari selama tujuh hari
Anak yang menunjukkan perbaikan dengan diet ini , harus diberi tambahan buah segar dan sayur yang telah dasak.
Kemudian berikan makanan yang sesuai dengan usia termasuk susu , anak dengan diare persisten , harus juga
memperoleh tambahan multi.vitamin dan mineral setiap hari selama 2 minggu yaitu suatu campuran vitamin dan mineral
yang terdiri dari minimal 2 RDA ( Recommended daily sllowance ) dari asam folat, vitamin A, seng ,kuprum dan
magnesium.
Contoh :
Pada anak berumur 1 tahun berikan
? ? Asam folat 100 mcg
? ? Vitamin a mcg RE ( Retinol Equl Valents )
? ? Seng 20 mg
? ? Kuprum 2 mg
? ? Magnesium 160 mg
?? Sonde lambung: Sonde tetes lambung menjadi pilihan untuk anak yang kondisinya relatif lemah dan kemampuan
pencernaanya sangat terbatas.
Nutrisi Parenteral
Nutrisi parenteral adalah suatu teknik untuk memberikan nutrisi yang diperlukan tubuh melalui intravena. Nutrien yang
diberikan terdiri dari air, elektrolit, Asamamino, emulsi lemak, mineral, Vitamin dan fase element komplikasi pemberian nutrisi
parenteral dapat disebabkan faktor metabolik mekanik atau infeksi Bila dilaksanakan dengan hati-hati komplikasi dapat ditekan
serendah mungkin. Pada diare persisten nutrisi parenteral dapat diberikan secara sentral atau perifer, total atau persial
tergantung pada keadaan klinik penderita.
Pertumbuhan dan kenaikan berat badan bayi dan anak yang mendapatkan nutrisi parenteral secara sentral sama seperti bayi
yang minum ASI atau SUSU formula standar. deNgan adanya nutrisi perenteral angka kematian pada diare persisten menurun
dari 70 –90 % menjadi kurang dari 10 % Pelaksanaan nutrisi parenteral total secara rinci tidak dibicarakan disini karena
merupakan topik luas dan mendalam yang memerlukan tatalaksana tersendiri lazimnya di Indonesia baru dapat dilaksanakan
disarana pelayanan tersier,
Yang relatif lebih mungkin dilaksanakan secara umum adalah pemberian terapi nutrisi persial. Prosedur ini tetap sangat
membantu, karena pada kasus berat dengan kemampuan perencanaan sangat minal, dengan menggabung terapi nutrisi
enteral dan parenteral kita dapat memberikan pasokan nutrien yang lebih adekuat. Dengan demikian diharapkan rehabilitasi
mukosa usus akan terlaksana, kemampuan pencernaan akan meningkat, sehingga porsi makanan enteral dapat ditingkatkan .
Sebagai pegangan untuk melaksanakan terapi nutrisi parenteral parsial ini dapat digunakan patokan berikut :
?? Kebutuhan air :
? ? BB 0 –10 KG : 100 ml/kg BB
? ? BB 11 – 20 KG : 1000 ml + 50 ml x ( BB – 10 )\
? ? BB > 20 Kg : 1500 ml + 20 ml x ( BB –20 )
?? Kebutuhan Kalori :
? ? BBLR : 150 Kkal / Kg BB
? ? BBLC : 120 Kkal / Kg BB / bulan
? ? BB 0 –10 Kg : 100 Kka / Kg BB
? ? BB 11 –20 Kg : 1000 Kkal + 50 Kka x ( BB-10 )
? ? BB> 20 Kg : 1500 Kkal + 20 Kkal x ( BB- 20 )
Sumber Kalori berupa :
? ? 20 –30 % dalam bentuk lemak . lemak yang tersedia dipasaran dengan konsentrasi 10 % - 1,1 Kkal per ml 20 % - 2,2
Kkal/ml. Sebagai ilustrasi : memberikan lemak 10 % 20 ml / kg BB sudah memenuhi 22 % kebutuhan kalori anak dibawah
10 Kg.
? ? Karbohidrat dalam bentuk dekstrosa untuk mencegah phlebitis pada pemberian vena perifier, seyogyanya kadarnya tidak
lebih dari 10 % . kalori 3,4 Kkal /g sebagai ilustrasi dengan memberikan glukosa 10 % 50 cc / kg BB, kita baru
memberikan 17 kkal/ kg BB ( 17 % dari kebutuhan anak dibawah 10 kg )
? ? Pada tahap awal diberikan bertahap untuk memacu pembentukan isulin endogen agar tidak terjadi hiperglikemia.
?? Kebutuhan Asam amino :
? ? BBLR 2,5 – 3 g /kg BB.
? ? Usia 0 –1 tahun : 2,5 g /Kg BB
? ? Usia 2-13 tahun : 1,5 – 2 g / kg BB
Perlu diingat untuk tiap gram protein yang metabolisir dibutuhkan tersedianya pasokan kalori 25 – 30 Kkal. Kalau tidak protein
akan metabolisir sebagai kalori dengan kata lain kalau tidak menyediakan pasokan kalori yang cukup , usaha mencukupi
pasokan protein akan sia-sia.
?? Kebutuhan Mikro nutrien
? ? Kalium 1,5 – 2,5 meq / kg BB
? ? Natrium 2,5 – 3,5 meq / Kg BB
Tubuh tetap membutuhkan mikro nutrien lain baik berupa vitamin maupun trace element. Kalau tidak dapat diberikan secara
enteral, harus diberikan secarra parenteral. Dapat dilihat, kebutuhan natrium jika seluruhnya diberikan secara intravena, dapat
dipenuhi dengan cairan yang kadarnya hanya sekitar 30 meq/ liter, jauh lebih rendah kadarnya dari cairan yang lazimnya kita
pakai. Sebaliknya , untuk memenuhi kebutuhan kalium kita harus memakai cairan dengan kadar sekitar 20 meq / liter, relatif
lebih tinggi dibandingkan dengan cairan yang lazim kita pakai.sebaliknya, untuk memenuhi kebutuhan kalium kita harus
memakai cairan dengan kadar sekitar 20 meq / liter, relatif lebih tinggi dibandingkan dengan cairan yang lazim kita pakai tentu
dalam menetapkan kadar elektrolit cairan yang kita pakai kita harus memperhatikan defisit yang telah terjadi, dan kehilangan
yang sedang berlangsung juga harus diperhitungkan elektrolit yang dapat diberikan secara oral.
Dengan menilai pasokan nutrien secara enteral dan mengacu pada pegangan diatas kita dapat menetapkan jenis dan
kecepatan cairan nutrisi parenteral parsial melalui vena perifer yang akan kita pakai. Tentu kita harus mempelajari komposisi
cairan yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein yang tersedia dipasar.
3. Terapi Medikamentosa
a) Obat antidiare
Sama dengan kebijakan pada diare akut, kita tidak memakai obat anti diare pada diare persisten.
Ada beberapa obat telah diuji cobakan pada anak dengan diare kronis,misalnya obat antikolinergik, bile salt
sequestering agent, preparat enzim pankreas, penghambat prostaglandin, dan dilaporkan menunjukkan khasiat
dalam memperingan diare. Tetapi sebagai pegangan umum tidak dianjurkan memakai obat –obat ini pada diare
persisten yang merupakan kelanjutan dari diare akut.
b) Antibiotik
Pemberian antibiotik secara rutin tidak diperlukan . Tetapi antibiotik diberikan sesuai dengan Tatalaksana Diare Akut,
atau apabila ada infeksi non intestinal seperti pneumonia, infeksi saluran kencing atau sepsis.
e. Terapi Zinc Untuk Pencegahan
Disamping untuk mengobati diare persisten terapi zinc pada kasus diare akut tertentu ternyata dapat menurunkan kejadisn
berlanjutnya diare akut menjadi diare persisten. Indikasi yang dianjurkan adalah :
a) Berat badan untuk umur saat diperiksa kurang dari 70 %.
b) Diare telah berlangsung lebih dari lima hari
c) Bayi berusia kurang dari satu tahun dengan BBLR
d) Jika terdapat tanda –tanda defisiensi Zinc, yaitu satu atau lebih gejala.
? ? Akrodermatitis
? ? Rambut jarang atau botak
? ? Rash peri oridisium lebih dari satu tempat
Dosis yang dianjurkan adalah 1 – 2 mg / zinc elemental per kg BB / hari dibagi 3 dosis selama 15 hari , Preparat yang dapat
dipakai adalah larutan 750 mg zinc sulfat 7 h 2 O dalam 150 Mml air dengan dosis
3 x 1 Sendok the untuk anak dengan berat lebih dari 5 Kg
3 x 2/3 sendok the untuk bayi dengan berat 3-5 kg
3 x ½ sendok the untuk bayi dengan berat kurang dari 3 kg.
f. Penyakit Penyerta
Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta ditanggulangi sesai dengan standar.
4. Kurang Energi Protein ( KEP ) berat
a) Batasan
Diare yang terjadi berupa diare akut maupun diare persisten, yang dapat muncul sebagai disentri. Kurang Energi Protein ( KEP
) yang dimaksud adalah KEP berat ( marasmus atau kwashorkor ), yang secara nyata mempengaruhi perjalanan penyakit dan
tatslaksana diare yang muncul.
Diare yang terjadi pada KEP cenderung lebih berat. Lebih lama dan dengan angka kematian yang lebih tinggi dibandingkan
dengan diare pada anak dengan gizi baik. Walaupun pada dasarnya tatalaksana diare pada KEP sama dengan pada anak
dengan status gizi baik, tetapi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Perlu dipahami perubahan morfologis dan fisiologis
pada KEP pengaruhnya terhadap perjalanan klinik diare dan penyesuaian yang perlu dilakukan pada tatslaksananya.
b) Etiologi
Pada dasarnya spektrum etiologi diare pada KEP sama dengan yang ditemukan pada diare yang trjadi pada anak dengan gizi
baik . Tetapi sehubungan dengan berkurangnya imunitas pada KEP berat, kemungkinan munculnya diare akibat kuman yang
fakultatif patogen menjadi lebih besar. Demikian pula peranan penyebab “ bukan infeksi “ menjadi lebih besar.
c) Patogenesis
Patogenesis diare pada KEP mirip dengan pada diare persisten, yaitu bertumpu pada kerusakan mukosa .Bedanya , jika pada
diare persisten kerusakan mukosa terjadi pada mukosa sehat, pada KEP kerusakan mukosa terjadi pada mukosa yang telah
atropik dan mengalami metaplasi. Sehingga dampak patofisiologiknya menjadi lebih besar dan pemulihan nya menjadi lebih
sulit dan lama. Foktor-faktor yang berinteraksi timbal balik, sehingga menimbulkan lingkaran setan , yang menghambat
rehabilitasi kerusakan mukosa sebagaimana halnya pada diare persisten juga ditemukan pada diare dengan KEP yaitu :
? ? Berlanjutnya paparan etiologi infeksi
? ? Infeksi intestinal sekunder
? ? Infeksi parenteral baik sebagai komplikasi maupun sebagai penyakit penyerta
? ? Tumbuh lampau bakteri diusus halus
? ? Malnutrisi makronutren dan mikronutrien
? ? Menurunnya imunisasi , sistemik dan lokal
? ? Malabsorpsi
? ? Alergi
Interaksi faktor-faktor yang berperan pada lingkaran setan ini jauh lebih intensif dibandingkan pada diare persenten yang
terjadi pada anak dengan gizi baik. Berdasarkan kondisi khusus ini beberapa hal perlu diperhatikan antar lain, bahwa pada
anak dengan KEP:
? ? Telah terjadi atrofi mukosa usus halus dan insuflensi pankreas. Kita harus mengantisipasi penatalaksanaan yang lebih
rumit dan penyembuhan yang lebih lambat. Misalnya harus lebih waspada terhadap kemungkinan bertambah beratnya
diare akibat pemberian makanan
? ? Lebih sering terdapat kurang mikronutrien seperti asam folat, bes,i seng ,magnesium dan vitamin A
? ? Pada Anak dengan KEP cenderung terjadi hipoglikemia karena cadangan glikogen yang terbatas dan adanya gangguan
fungsi hati dalam glukoneogenesis implikasinya adalah penderita jangan dipuasakan.
? ? Pada anak dengan KEP biasanya telah terjadi deplesi kalium dan akan bertambah buruk dengan adanya diare.
Implikasinya adalah memberikan kalium secukupnya pada terapi rehidrasi dan terapi nutrisi.
? ? Pada anak dengan KEP terdapat retensi cairan dan merendahnya cadangan kapasitas jantung dan sirkulasi. Sehingga,
meskipun kalau diukur kadar Na dalam serum anak tidak berada dalam keadaan hipernatremia, anak dengan KEP sangat
sensitif terhadap kelebihan pemberian natrium yang dengan cepat dapat menimbulkan hipervolumia, udem paru dan
gagal jantung. Implikasinya kita harus sangat membatasi pasokan Na baik secara parenteral maupun secara centeral.
? ? Karena gangguan sistem imunitas pada anak dengan KEP mudah terjadi infeksi. Implikasinya antara lain jangan terlalu
cepat memutuskan pemberian terapi rehidrasi parenteral bila pemberian terapi rehidrasi oral atau melalui pipa nasogastrik
masih memungkinkan.
Sejalan dengan butir keenam diatas, harus diperhatikan penyakit infeksi penyeta yang mungkin ada, seperti misalnya sepsis
bronkopneumonia , faringitis ,otitis media, Infeksi saluran kemih , dan lain-lain . Di samping itu infeksi berat pada KEP sering
tidak disertai gejala klinik yang klasik misalnya Infeksi bukan menbulkan demam malahan hipotemi. Penanggulangan penyakit
penyerta sangat menentukan keberhasilan penanggulangan diare maupun KEPnya sendiri.
Terdapat kesulitan dalam menentukan status hidrasi pada pasien KEP yang menderita diare karena tanda-tanda klinik untuk
menentukan dehidrasi tidak dapat dipercaya, seperti turgor misalnya.
Diare merupakan salah satu penyebab kurang gizi di negara berkembang termasuk Indonesia. Dalam mempertahankan dan
meningkatankan status gizi anakpenting sekali memahami interaksi antara serangan diare dan status gizi serta melaksanakan
tatalaksana kasus yang tepat sehingga dampak buruk diare terhadap status gizi anak dapat diminalkan
d) Langkah Diagnosis
Langkah diagnosis diare pada KEP sejalan dengan langkah diagnosis pada diare persisten. Rincian pelaksananya mengacu pada
langkah diagnosis tatalaksana kasus diare persisten.
1) Dehidrasi
KEP dan penyakit penyerta yang menyertainya mengganggu Penilaian Indikator derajat dehidrasi , sehingga tingkat kesalahan
menjadi lebih besar dilain pihak akibat merendahnya cadangan , anak menjadi lebih berisiko terhadap kelebihan pemberian
cairan. Frekuensi dan kualitas denyut nadi produksi urin , dan hemotokrit mungkin dapat digunakan untuk memantau status
hidrasi . Langkah pengamanan yang diambil adalah : membatasi jumlah cairan rehidrasi yang direncanakan dan melakukan
observasi yang lebih ketat selama proses rehidrasi.
Pada Kep berat kita mungkin berhadapan dengan syok septik yang dapat muncul bersama atau tanpa dehidrasi syok pada KEP
yang terjadi tanpa tanda dehidrasi atau syok yang belum hilang setelah dehidrasi teratasi dianggap sebagai syok septik.
Penetapan derajat dehidrasi dilanjutkan dengan penelusuran pemeriksaan kadar Na ,K,dan Ca serta kadar glikosa ,jika tersedia
tentu dapat dilakukan pemeriksaan cadangan basa secara berkala,
2) Nutrisi
? ? Status gizi ditetapkan sesuai standar.
? ? Kurang Mikronutrien, seperti Vitamin A dan Seng lebih sering ditemukan manifestasi klinis kurang mikronutren ini juga
relatif lebih sering ditemukan semua penderita KEP dengan diare diberi suplementasi mikronutrien tertentu,
? ? Kemampuan makanan anak . kita harus dapat menyimpulkan cara dan bentuk pemberian makanan
? ? Apakah sepenuhnya dapat diberikan makanan enteral atau memerlukan makanan parenteral.
? ? Apakah bentuk makanan enteral yang diberikan : cair, saring. Lunak atau biasa.
? ? Kemampuan pencernaan anak pemeriksaan penunjang antara lain mencakup:
? ? Pemeriksaan PH feses
? ? Pemeriksaan gula feses dengan tablet uji klinik ( clinitets ) atau uji benedict
? ? Pemeriksaan mikroskopik feses untuk melihat butir lemak .
? ? Steatokrit
Uji withdrawal ( avoidance ) dan challenging ( henti dan tantang ) pemberian makanan juga merupakan langkah diagnostik
yang lazim dilakukan dari rangkaian langkah diagnosis ini kita dapat sampai pada kesimpulan apakah penderita dengan :
? ? Intoleransi laktosa , Intoleransi laktosa ditemukan pada lebih dari 80 % diare persisten , sehingga dalam penanggulangan
diare persisten, jika tidak memakai ASI diberikan makanan yang rendah atau bebas laktosa.
? ? Sensitif terhadap protein susu sapi
? ? Sensitif terhadap protein kedelai
? ? Steatorrhoe
C. Penyebab Infeksi
Kita juga dituntut untuk menelusuri jenis kuman penyebab diare pada KEP secara aktif Langkah diagnosis sejalan dengan
yang diuraikan pada Tatalaksana kasus diare persisten.
D. Penyakit Penyerta
KEP berat hampir selalu disertai penyakit penyerta. Manifestasi klinis sering tidak lengkap atau sesuai dengan yang muncul
pada anak dengan gizi baik diagnosis dilengkap disamping melalui cara standar kadang-kadang perlu di dukung dengan
langkah khusus misalnya meskipun tidak ada keluhan sistem saluran napas kita tetap melakukan foto Rontgen dada pada
seluruh penderita KEP berat lakukan langkah diagnostik lebih lanjut atas indikasi ,untuk menyingkirkan kemungkinan
tuberkulosis primer, Meskipun tidak ada kelainan urinalilisis kita melakukan biakan urin pada semua kasus KEP berat.
E. Tatalaksana
Semua penderita diare pada KEP berat dirawat inap. Ada yang membagi tatslaksana KEP berat menjadi 4 tahapan
? ? Tahapan Penyelamatan
? ? Tahapan penyesuaian
? ? Tahapan penyembuhan
? ? Tahapan Pembinaan
Pada tahapan penyelamatan dilakukan penanggulangan gangguan fungsi vital tubuh penanggulangan gangguan fungsi
penapasan dan fungsi serebral secara intensif belum dapat dilakukan di semua rumah sakit kegiatan utama penyelamatan lebih
bertumpu pada resusitasi gangguan sirkulasi serta mengatasi gangguan keseimbangan elektrakit dan asam basa yang
menyertainya kegiatan ini lebih kurang sejalan dengan penanggulangan dehidrasi.
Pada tahapan penyesuian secara bertahapo kita menilai dan memberikan makanan yang sesuai yang dapat ditolerir anak.
Untuk sampai pada makanan optimal yang akan diberikan pada tahapan penyembuhan,
Pada tahapan Penyembuhan diharapkan bukan hanya diarre , tetapi KEP juga dapat diatasi.
Pada tahapan Pembinaan kita melakukan langkah-langkah pendidikan dan bimbingan serta langkah preventif dan promotif
lainnya , sehingga ibu dapat merawat anaknya dan diharapkan tetap tumbuh kembang secara optimal dalam praktek tahapan -
tah–pan ini tidak terpisah dan berdiri secara ekslutif misalnya kita sudah dapat memulai langkah pembinaan dari awal kita
harus mencari dan mengobati penyakit penyerta begitu keadaan memungkinkan.
F. Perawatan Penderita
Ada sepuluh langkah pokok dalam penanganan anak diare dengan KEP ( child Health Dialoque 1996 ), Dana diare merupakan
salah satu faktor penting :
1. Atasi Hipoglikemia
2. Atasi Hipotermia
3. Atasi Dehidrasi
4. Koreksi gangguan elektrolit
5. Terapi infeksi
6. Koreksi kurang mikronutrien ( Vitamin & minera; )
7. Mulai pemberian makanan secara hati-hati
8. Kejar pertumbuhan
9. Stimulasi bermain dan asuhan kasih sayang
10. Persiapan tindak lanjut setelah penderita pulang
Langkah kesembilan dan sepuluh merupakan langkah penting yang sering dilupakan dalam pelayanan medik, yang sangat
menentukan dalam kualitas hidup anak.
a) Hipoglikemia dan hipotermia
Hipoglikemia dan hipotermia merupakan pencetus memburuknya keadaan umum anak dengan KEP yang dapat berlanjut
menjadi kematian . kadar gluakosa darah anakharus diperiksa dan kalau terdapat hipoglikemia maka ditangani secara intensif.
Semua anak dengan hipotermia ( suhu rektal 35.5 ยบ C atau kurang ) harus dianggap menderita hipoglikemia jika tidak tersedia
sarana pemeriksaan glukasa darah , semua anak dengan KEP berat pada tahap awal harus dianggap menderita hipoglikemia,
Kita harus sudah melakukan tindakan koreksi jika kadar glukoso darah < 3 mmol / l ( 55 mg / dl ) sehubungan dengan acuan
membatasi pemberian cairan parenteral hipoglikemia dikoreksi dengan pemberiam glukosa 10 atau sukrosa 10% secara
enteral sebanyak 50 ml; diberikan setiap 30 menit selama 2 jamkalau perlu dapat diberikan melalui sonde tetes lambung
Setelah 2 jam dinilai kembali kadar glukosa darah,
Cairan rehidrasi parenteral harus mengandung glukosa Makanan harus diberikan sesegera mungkin kalau pasokan nutrien
masih terbatas , kadar gula darah diperiksa secara berkala.
Anak harus dirawat dalam lingkungan yang hangat dan diselimuti kalau memungkinkan dirawat pada couvouse BBLR( Berat
Badan Lahir Rendah ).
Infeksi sekunder mudah terjadi dan kalau terjadi, dan kalau terjadi dirumah sakit dalam bentuk infeksi nosokomial yang sulit
diobati karena itu perawatan yang intensif sangat penting misalnya memperhatikan higiene mulut dan daerah perineum
kebersihan tempat tidur sangat penting diperhatikan,
b) Rehidrasi
Pada dehidrasi ringan / sedang tetap upayakan memberikan terapi rehidrasi oral ,apabila tidak mungkin cairan dibrikan
melalui pipa nasogastrik sampai anak bisa minum.untuk rehidrasu atau mencegah dehidrasi gunakan larutan oralit standar
yang telah dimodifikasi, karena oralit mengandung terlalu banyak natrium dan terlalu sedikit kalium untuk anak dengan KEP
berat. Modifikasi tersebut dinamakan cairan RE SO Mal.
Pada larutan tersebut didapatkan kadar natrium 45 mmo; dan kalium 40 mmol jangan menggunakan infus kecuali dalam
keadaan syok untuk mencegah kelebihan cairan dan beban jantung yang terlalu berat
Untuk rehidrasi berikan :
? ? Ml /kg BB Cairan Re So Mal setiap 30 menit dalam 2 jam per oral atau pipa nasogastrik, kemudian
? ? Ml / kg BB setiap jam untuk 4-10 jam berikutnya.
Jumlah yang sesungguhnya yang harus diberikan ditentukan sebanyak anak mau jumlah dan Volume fases yang keluar
dan apabila ada , muntahan yang keluar
? ? Mulailah pemberian makanan secepatnya setelah dehidrasi teratasi monitor keadaan setiap 30 menit pada dua jam
pertama kemudian setiap jam untuk 6-12 jam berikutnya . Disini termasuk mengukur nadi pernapasan, Sering buang air
kecil , buang air besar dan muntah Seharusnya kecepatan napas dan nadi berkurang dan anak mulai buang air kecil ,
Apabila kecepatan napas dan nadi tetap maka dipikirkan adanya infeksi gagal jantung dan kelebihan cairan yang masuk.
Tanda kelebihan cairan adalah bertambahnya kecepatan napas nadi bertambahnya udem dan udem palpebra.
Apabila ada tanda-tanda tersebut maka pemberian cairan dihentikan dan dievaluasi 1 jam kemudian.
Untuk mencegah dehidrasi apabila anak menderita diare cair:
?? Berikan makanan secepatnya
?? Segera ganti sebanyak cairan yang keluar dengan Re So Mal
1. CairanRe So Mal terdiri dari :
? ? Air 2 liter
? ? Oralit standaet WHO : paket 1 liter
? ? Guls 50 g
? ? Larutan elektrolit atau mineral 40 CC
( lihat Kotak no 2 )
2. Larutan elektrolit atau mineral
( untuk cairan rehidrasi dan makanan )
? ? KCL 224 g
? ? Kalium sitrat 81 g
? ? Magnesium chlorida 76 g
? ? Zinc asetat 8,2 g
? ? Cuprum Sulfat 1,4 g
? ? Tambahkan air sampai dengan 2500
?? Teruskan pemberian ASI
Bila diperlukan rehidrasi parenteral pada keadan dehidrasi berat dengan syok ,cairan parenteral sebanyak 200 ml/kg BB
diberikan dalam waktu 24 jam dengan rincian : 60 ml/kg BB diberikan dalam 4-8 jam pertama dan sisanya diberikan dalam
waktu 16 –20 jam berikutnya. Gunakan cairan parenteral dengan kandungan kalium tinggi, misalnya larutan Darrow –Glukosa
10 % Pantau dengan ketat pemberian cairan untuk mencegah kelebihan cairan dengan perhatian khusus pada tanda udem dan
produkai urin
Tanda awal udem paru akibat kelebihan cairan adalah apabila dalam waktu setengah jam :
?? Bertambahnya frekuensi napas 5 kali dalam semenit
?? Bertambahnya hitung nadi 30 dalam semenit
Karena itu hitung napas dan hitung nadi harus dilakukan setiap setengah jam.
Ronki basah kasar tak nyaring merupakan tanda nyata udem paru
Jika syok tidak teratsi dengan rehidrasi parenteral , kita harus memikirkan syok septik syok septik diatasi sesuai dengan
standar Cara mengatasi KEP dengan Syok yang dianjurkan oleh WHO
?? Berikan Ringer laktat dekstrosa 5 % 15 ml / kg BB dalam 1 jam dinulai apakah ada perbaikan nadi dan frekuensi napas
?? Jika terdapat perbaikan nadi dan frekuensi napas. Ulangi pemberian cairan yang sama satu jam lagi kemudian pindah
kerehidrasi oral.
?? Jika tidak membaik , anak dianggap menderita syok septik. Diberi cairan yang sama dengan kecepatan 4ml / kg BB / jam
sambil mempersiapkan pemberian darah sebanyak 10 ml /kg BB yang diberikan dalam 3 jam kemudian dilanjutkan
dengan pemberian formula starter
?? Sesuai dengan acuan rehidrasi intravena yang dianjurkan diatas , jika syok masih belum teratasi dengan pemberian cairan
rehidrasi setelah 4 jam pertama , kita dapat mengadopsi anjuran WHO ini, dengan menambahkan pemberiam darah,
dengan catatan kita harus sangat berhati-hati memberikan alokasi cairan untuk 20 jam berikutnya, agar tidak terjadi
hipervolumia.
?? Bila memungkinkan periksa secaraberkala analisis gas darah ( Ph dan Defisit basa ) jika asidosis belum dapat teratasi
melalui basa yang terdapat pada cairan rehidrasi dapat dilakukan koreksi tambahan dengan perhitungan sebagai berikut,
Kebutuhan basa dalam meq = ( defisit bas ) x1/3 x berat badan (kg) di pasar tersedia cairan natrium bikarbonat 7,5 % atau
8, 54 % dimana 1 ml dapat dianggap mengandung satu meq ion bikarbonat. Larutan bikarbonat bisa diberikan secara bolus ,
dengan menyuntikkannya perlahan-lahan secara intravena, setelah diencerkan dengan gglukosa 5 % atau ditambahkan pada
cairan rehidrasi , jika tidak tersedia sarana pemeriksaan defisit basa sedangkan anak masih tampak asidotik secara klinis
setelah rehidrasi dapat dilakukan koreksi berdasarkan asumsi terhadap defesit basa sebesar 5 meq / dl.
c) Nutrisi
Sama halnya dengan tatalaksana diare persisten, sasaran akhir adalah untuk menjamin tumbuh kembang yang optimal dalam
arti bahwa anak dapat mengkonsumsi diet yang lazim sesuai dengan umurnya berdasarkan kondisi klinik yang normal langkah
terapi nutrisi diet persisten dapat digunakan sebagai acuan terapi nutrisi diare pada KEP berat, Dalam hal ini pemberian
suplementasi mikronutrien menjadi suatu keharusan , Langkah-langkah terapi mengacu pada tatalaksana kasus diare persisten.
Harus diingat bahwa upaya regenerasi mukosa usus lebih sulit dan lama karena kita berhadapan dengan mukosa yang telah
atropik. Jadi kita harus mengantisipasi upaya penyesuaian pemberian makanan yang lebih bertahap dan lebih lama, diikuti
dengan upaya pemulihan yang lebih lama pula
Dalam tatalaksana kasus KEP acuan WHO, pada tahap awal dapat diberikan starter dalam bentuk makanan cair dengan
komposisi :
?? Susu skim 25g
?? Gula 100g
?? Minyak sayu 30 g
?? Larutan suplementasi mineral 20 ml
?? Tambahkan air menjadi 1000 ml
?? Kandungan kalori 75 kkal/dl
Kemudian diteruskan dengan formula catch up dengan komposisi
?? Susu skim 80 g 90 g
?? Gula 50 g 65 g
?? Minyak sayur 60 g 75 g
?? Larutan suplementasi mineral 20 ml 20 ml
?? Tambahkan air menjadi 1000 ml 1000 ml
?? Kandungan Kalori 100 Kkal /dl 135 Kkal /dl
Catatan Gula dapat diganti dengan tepung beras yang sudah dimasak keuntungannya : Osmolaritas lebih rendah
d) Terapi Medikamentosa
Obat Antidiare
Sama dengan kebijakan pada diare akut , kita tidak memakai obat anti diare pada diare persisten
Antibiatik
Indikasi pemberian antibiotik pada diare akut dapat diterapkan pada diare pada KEP berat tentunya dengan memperhatikan
penelusuran aktif penyebab infeksi diare pada KEP berat.
Semua penderita KEP berat yang keadaan umumnya tidak membaik setelah koreksi hipoglikemia hipotemia dan dehidrasi harus
diperkirakan menderita infeksi sekunder dan diberikan antibiotik. Antibiotik pilihannya adalah :
? ? Kombinasi ampisilin 100 mg/kg BB / hari , I.V. 3 kali sehari dan gentamisin 5 Mg/kg BB / hari I, V . dua kali sehari
? ? Seftriakson 100 mg / kg BB / hari I.Vsekali sehari
? ? Seftazid 100 mg/ kg BB / hari I,V.dua kali sehari.
Semua kasus yang dianggap menderita syok septik diberi antibiotik yang adekuat Antibiotik yang dipakai sejalan dengan acuan
pada tatalaksana kasus disentri barat pemberian antibiotik untuk penyakit penyerta disesuaikan dengan standar.
e) Stulasi bermain dan asuhan kasih sayang
Pada KEP terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku sejak awal perawatan berikan asuhan keperawatan yang :
Penuh kasih sayang
Menyediakan permainan dan kegiatan fisik segera setelah anak mampu melakukannya.
Memberikan suasana lingkungan menyenangkan dan ceria
Mendorong keterlibatan ibu dalam perawatan yang memungkinkan seperti memandikan memberi makan dannbermain.
f) Persiapan tindak lanjut setelah pulang
Langkah ini sudah merupakan awal dari persiapan tindak lanjut setelah pulang sehingga di rumah, para ibu atau yang
mengasuh lainnya mempunyai kepercayaan serta dapat melakukannya jika sudah dirumah . Anak dapat dipulangkan apabila
sudah mencapai 90 % berat badan per panjang badan anak sangat mungkin masih mempunyai berat badan menurut berumur
yang rendah karena menderita stunting ( kerdil ) ibu . keluarga :
?? Memberikan makanan tinggi kalori dan nutrien paling sedikit lima kali sehari,
?? Bermain dengan anak dengan cara yang memperbaiki perkembangan mental anak
?? Diingatkan untuk mengikuti program imunisasi dan pemberian vitamin a jika belum mendapatkan supaya diberikan
sebelum anak dipulangkan untuk menghindari missed opportunity atau kehilangan kesempatan memperoleh imunisasi
g) Penyakit Penyerta
Penyakit penyerta ditanggunglangi sesuai dengan standar yang berlaku , perlu diingat keberhasilan penanggulangan diare
pada KEP berat juga ditentukan oleh keberhasilan penanggulangan penyakit yang menyertainya.
DIARE DENGAN PENYAKIT PENYERTA
a) Pendahuluan
Anak yang menderita diare ( diare akut atau diare persisten ) mungkin juga disertai dengan penyakit lain . Tatslaksana
penderita tersebut selain berdasarkan acuan baku tatalaksana diare juga tergantung dari penyakit yang menyertai.
Penyakit yang sering terjadi bersamaan dengan diare :
?? Infeksi saluran napas ( bronkhopneumonia , bronkhiolitis dll )
?? Saluran susunan saraf pusat ( meningiitis , ensefalitis , dll )
?? Infeksi saluran kemih
?? Infeksi sistemis lain ( sepsis , campak,dll )
?? Kurang gizi ( KEP berat , kurang vit a , dll )
?? Penyakit yang dapat disertai dengan diare tetapi lebih jarang terjadi :
? ? Penyakit jantung yang berat / gagal jantung
? ? Penyakit ginjal / gagal ginjal
b) Tatalaksana
Dalam penatalaksanaan harus dipertimbangkan :
1. Kemampuan untuk makan minum per oral
2. Fungsi dan kemampuan sistem sirkulasi.
3. Cadangan jantung yang rendah misal pada pneumonia berat ( akibat risiko cor pulmonalle akut ) atau KEP berat ( akibat
atropi dan hipoksia otot jantung ). Dehidrasi terjadi pada seluruh kompartemen cairan: Intarvaskuler, ekstraseluler dan
intra seluler ).Sedangkan kita memberi kan cairan rehidrasi melalui kompartemen intravaskuler. Dibutuhkan waktu bagi
cairan menyebar ke kompartemen lain. Jadi kita seperti berhadapan dengan hipervolumia temporer. Berkurangnya
cadangan kardiovaskuler menyebabkan rehidrasi cepat menjadi berbahaya sehingga kita harus menyesuaikan kecepatan
pemberian cairan rehidrasi ( lihat tatalaksana diare dengan KEP berat ).
4. Penyakitatau keadaan yang memerlukan restriksi cairan.
5. Pada ensefalitis atau dekompensasi kordi kita harus menyadari jumlah cairan yang kita perhitungkan didasarkan pada
asumsi tertentu. Misalnya pada dehidrasi berat diperkirakan berdasarkan kehilangan cairan 12,5 % dan berat badan .
Akan tetapi dapat saja pada kasus tertentu kehilangan cairan hanya 10 %, sehingga kalau kita melakukan rehidrasi
berdasarkan rumus , mungkin anak akan mendapat cairan sedikit lebih banyak dari yang dibutuhkan. Pada umumnya
anak dapat mentolerir kelebihan ini.Tetapi pada keadaan khusus kelebihan ini dapat berbahaya langkah penyesuaian yang
diambil antara lain memberikan cairan 3/4 atau 80 % dari perhitungan , diikuti dengan observasi yang lebih ketat,Tentu
kita juga harus memperlambat kecepatan pemberian cairan rehidrasi.
6. LFungsi ginjal
Dapat dimengerti bahwa gangguan fungsi ginjal mengharuskan kita menyesuaikan jumlah , komposisi elektrolit dan asam
basa pemberian cairan.
7. Interaksi perjalanan penyakit
Pada KEP berat telah tercermin intraksi perjalanan penyakit diare dan penyakit yang menyertainya . Interaksi ini juga
dapat terjadi pada penyakit penyerta lain. Misalnya pada meningitis bakterial yang diobati dengan seftriakson ,
sefalosporin yang dielminasi melalui empedu .dapat menimbulkan gangguan ekosistem usus dan memperberat diare.
Berdasarkan pemasalahan yang telah disebutkan di atas , langkah penyesuai dapat mencakup :
a) Terapi cairan
Kebutuhan cairan anak dalam keadaan diare dapat dipilah menjadi :
? ? Untuk mengatasi cairan yang hilang ( mencegah dehidrasi ) jumlahnya sekitar 25 – 50 ml / kg BB. Kadar
natriumnya sekitar 50 mmol. Ditambah basa dan kalium.
? ? Untuk rehidrasi komposisinya lebih kurang sama dengan komposisi cairan ekstra seluler ( kadar natrium sekitar
140 mmol ) jumlahnya pada dehidrasi berat 100 –125 ml/kg BB ditambah suplementasi untuk mengatasi defisit
kalium dan basa
Untuk memenuhi kebutuhan jumlahnya sekitar 100 ml / kg BB kadar natrium sesuai kebutuhan sekitar 30 mmol dan
kalium 20 mmol. Pada anak dengan diare tanpa gangguan penyakit penyerta cairan rehidrasi diberikan dalam bentuk
oralit secara oral atau ringer laktat secara intravena . cairan pencegah dehidrasi dalam bentuk oralit atau cairan rumah
tangga secara oral . Pemenuhan kebutuhan diberikan dalam bentuk “makan minum seperti biasa”
Jika akibat penyakit penyerta anak tidak mungkin minum peroral , maka ketiga kelompok cairan tersebut diatas harus
diberikan secara intravena jumlahnya pada dehidrasi berat sekitar 250 ml/ kg BB pada dehidrasi yang lebih ringan
jumlahnya tentu harus disesuaikan komposisi natrium yang harus diberikan sekitar 60 – 75 mmol , Sejalan dengan
kebutuhan suplementasi kalium dan basa cairan yang kira-kira mendekati komposisi yang dibutuhkan adalah cairan
Darrow glukosa.
?? Karena umunya kita juga memperlambat kecepatan pemberian cairan sebagai acuan kita dapat memakai rumus lama
yang diajukan oleh Soetedjo , yaitu 60 ml,pada empat jam pertama sisanya diberikan dalam 20 jam berikutnys,
Jika kita berhadapan dengan risiko overhidrasi yang lebih besar atau penyakit penyertanya mengharuskan dilakukan
retriksi pembrian cairan jumlah cairan yang diberikan dapat dikurangi menjadi 75 – 80 % dari perhitungan.
Disamping itu diperlukan pengawasan yang lebih ketat untuk dapat melakukan penyesuaian – penyesuaian yang cepat
dan tepat. Penderita diawasi tiap 30 menit hal yang perlu diperhatikan kemajuan hidrasi jumlah dan frekuensi diare serta
keadaan anak sesuaipenyakit penyertanya bila perlu kecepatan pemberian cairan dapat dinaikam ,diturunkan . Setelah 4 –
6 Jam dilakukan penilaian penyeluruh tentang status hidrasi anak.
Berdasarkan hasil penilaian ini jumlah sisa cairan /24 jam yang harus diberikan dapat disesuaikan. Sebagai pegangan
praktis dapat dipakai acuan berikut :
?? Penderita dengan dehidrasi tidak berat yang dapat minum
? ? Dilakukan rehidrasi dengan oralit : 75 ml / kg BB , diberikan dalam 4 jam, -
? ? Selama periode ini ASI diteruskan, Bila bayi < 6 bulan dan tidak mendapat ASI ,berikan juga air masak 100 200
ml
? ? Setelah 3-4 jam. Harus diselingi dengan pemberian makanan
? ? Setelah 4 jam dilakukan penilaian kembali apakah sudah terhidrasi , bila belum pemberian oralit diulang kembali
? ? Bila telah tercapai rehidrasi selanjutnya penderita diberikan oralit tiap kali diare sebanyak:
- 100 ml untuk bayi berumur < 1 tahun
- 200 ml untuk anak berumur 1 – 4 tahun
- 300 ml untuk anak yang lebih besar dari 4 tahun
?? Penderita dengan dehidrasi tidak berat yang tak dapat minum
Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan intravena dengan larutan Darrow glukosa sebanyak:
Untuk anak berumur <12 bulan
- Jam pertama : 15 ml / kg BB
- Jam berikutnya 60 ml /kg BB
Untuk anak berumur > 12 bulan
- ½ jam pertama 15 ml / kg BB
- jam berikutnya 60 ml / kg BB\
?? Penderita dengan dehidrasi berat
Rehidrasi dilakukan dengan pemberian cairan intravena dengan larutan Darrow glukosa sebanyak:
? ? Untuk anak berumur < 12 bulan
- Jam pertama : 20 ml / kg BB
- Jam berikutnya 80 ml / Kg BB
? ? Untuk anak berumur > 12 bulan
- ½ jam pertama 20 ml/ kg BB
- Jam berikut 80 ml / kg BB
Setelah 4 jam (untuk anak besar) atau 6 jam (untuk bayi) dilakukan penilaian kembali Bila telah rehidrasi, pemberian
cairan intravena diteruskan 100 ml /kg BB / 24 jam,
b) Terapi Nutrisi
Kita tetap berpegangan pada patokan tidak memuasakan anak dengan diare, Jjika pemberian makanan secara enteral
tidak
dapat dilakukan maka kita harus memberikan nutrisi parenteral, cara yang digunakan dapat dianalogjikan dari cara yang
diuraikan pada Tatalaksana diare Persisten.
Sesuai dengan kemajuan keadaan umum anak kita harus memberikan makanan secara oral begitu keadaan memungkinkan
Tentu saja kita harus memperhatikan kebutuhan terapi nutrisi khusus sesuai dengan penyakit penyerta yang dihadapi.
c) Terapi medikamentosa
Terapi medikamentosa untuk menanggulangi penyakit penyerta tentu harus diberikan seoptimal mungkin, Bila diperlukan
pemberian antibiotik, perlu dipertimbangkan penggunaan antibiotik yang tidak meninbulkan efek samping yang
memperburuk diare, Begitu pula kita harus mempertimbangkan dampak pemakaian obat yang mempunyai efek samping
terhadap fraktus gastrointestinal
SARANA REHIDRASI
Sarana rehidrasi dapat digolongkan menurut tempat pelayanan , yaitu di Puskesmas disebut Pojok Upaya Rehidrasi Oral
(URO) atau lebih dikenal dengan nama Pojok Oralit dan di Rumah Sakit disebut kegiatan Pelatihan Diare (KPD)
Pojok Oralit (Pojok URO)
Pajok oralit didirikan sebagai upaya terobosan untuk meningkatkan pengetahuan, Sikap dan prilaku, masyarakat/ibu rumah
tangga, kader dan petugas kesehatan dalam tatalaksana penderita diare Pojok Oralit juga merupakan sarana rujukan
penderita diare, baik yang berasal dari kader maupun masyarakat melalui pojok URO diharapkan dapat meningkatkan
kepercayaan masyarakat dan petugas terhadap tatalaksana penderita diare khususnya dengan upaya rehidrasi oral.
a) Fungsi :
?? Mempromosikan upaya – upaya Rehidrasi oral (URO)
?? Memberi pelayanan penderita diare
?? Memberikan pelatihan kader (Posyandu)
b) Tempat :
Pojok Oralit adalah bagian dari suatu ruangan di puskesmas (sudut ruangan tunggu pasien) dengan 1-2 meja kecil seorang
petugas puskesemas dapat mempromosikan URO kepada ibu-ibu yang sedang menunggu giliran untuk suatu pemeriksaan
bila seseorang penderita memerlukan URO, maka penderita tersebut dapat duduk di kursi dibantu oleh ibu/ keluarganya
untuk melarutkan dan meminum oralit selama waktu observasi 3 jam
c) Sarana Pendukung :
?? Tenaga pelaksana : Dokter dan Paramedis terlatih.
?? Prasarana :
? ? Tempat pendaftaran
? ? Ruang Tunggu sebagai tempat pojok oralit yang dilengkapi dengan : meja, termos es, cerek, oralit 200 ml,
Sendok ,handuk, baskom,tempat cuci tangan ember, poster, untuk penyuluhan dan tatalaksana penderita diare,
termasuk cara melarutkan dan cara penyimpanannya
? ? Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana penyuluhan penyakit diare atau kamar periksa yang tersedia di
puskesmas.
Cara membuat pojok oralit:
1) Pilihlah lokasi untuk “ Pojok Oralit”
?? Dekat tempat tunggu ( ruang tunggu ) ruang periksa serambi muka yang tidak berdesakan
?? Dekat dengan toilet atau kamar mandi
?? Menyenangkan dan baik ventilasinya
Pengaturan model di Pojok Oralit
?? Sebuah meja untuk mencampur larutan oralit dan menyiapkan peralatan
?? Kursi atau Bangku dengan sandaran, dimana ibu dapat duduk dengan nyaman saat memangku anaknya,
?? Sebuah meja kecil dimana ibu dapat menempelkan gelas yang berisi larutan oralit.
?? Oralit paling sedikit 200 bungkus
?? 3 buah botol / gelas ukur yang dapat mengukur berbagai macam gelas yang dipunyai ibu
?? 3 buah gelas
?? 3 bauh sendok
?? 2 buah pipet (mungkin lebih memudahkan dipakai daripada sendok untuk beberapa bayi)
?? pamplet (yang menerangkan kepada ibu bagaimana mengobati atau merawat anak diare) untuk dibawa pulang ke
rumah
?? Sabununtuk cuci tangan
?? Waskom ( untuk cuci tangan)
?? Media penyuluhan
Media penyuluhan dalam bentuk poster yang menarik tentang pengobatan dan pencegahan diare penting dikrtahui oleh
ibu selamaduduk di pojok Oralit sangat bermanfaat bagi mereka untuk belajar mengenai upaya Rehidrasi Oral serta hal-hal
yang penting lainnya misal pemberian ASI, Perbaikan makanan tambahan, penggunaan air yang bersih. Mencuci tangan
dan penggunaaan jamban juga termasuk poster tentang imunisasi
Kegiatan Pojok Oralit :
1) Penyuluhan URO
Memberikan demondtrasi tentang bagaimana mencampur larutan oralit dan bagaimana cara memberikannya
Menjelaskan cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit bila ada muntah
Memberikan dorongan kepada ibu untuk memulai memberikan makanan pada anak atau AsI pada bayi ( puskusmas perlu
memberikan makanan pada anak yang tinggal sementara di fasilitas pelayanan )
Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama anaknya di rumah dan menentukan indikasi kapan
anaknya dibawa kembali ke puskesmas
Petugas kesehatan perlu memberikan penyuluhan kepada pengunjung puskesmas dengan menjelaskan tatalaksana
penderita diare dirumah serta cara pencegahan diare
2) Pelayanan Penderita
Setelah penderita diperiksa , ditentukan diagnosa dan derajat dehidrasi diruang pengobatan tentukan jumlah cairan yang
dibutuhkan dalam 3 jam selanjutnya dan bawalah ibu ke pojok URO untuk menunggu selama di observasi serta :
Jelaskan manfaat oralit dan ajari ibu membuat larutan oralit
Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
Periksa secara periodik dan catat keadaanya ( pada catatan klinik penderita diare rawat jalan ) setiap 1-2 jam sampai
penderita teratasi dehidrasinya ( 3-6 jam )
Catat / Hitung jumlah oralit yang diberikan
Beri kan pengobatan terhadap gejala lainnya seperti penurunan panas dan antibiotika untuk mengobati disentri dan
kolera.
Kegiatan Pelatihan Diare ( KPD )
a) Fungsi
Kpd didirikan sebagai upaya penanggungulangan diare dengan fungsi :
Pusat pengobatan diare , terutama upaya Rehidrasi Oral ( URO )
Pusat latihan untuk mahasiswa kedokteran dan peserta latihan lain.
b) Tempat
Lokasi KPD ditempatkan dimana:
Petugas sering lalu lalang sehingga mereka dapat mengamati kemajuan anak
Dekat dengan sumber air
Dekat dengan WC dan tempat mencuci tangan
Menyenangkan dan berventilasi baik
c) Sarana Pendukung
Tenaga pelaksana dokter dan paramedis terlatih
Prasarana
(a) Sebuah meja yang dilengkapi dengan ceret, oralit,gelas, sendok, handuk, baskom tempat mencuci tangan ,
ember dan poster
(b) Kamar periksa yang dilengkapi dengan sarana penyuluhan penyakit diare atau kamar periksa yang sudah ada
(c) Logistik
- Oralit
- Cairan RL
- Infus set
- Wing nidle
- Antibiotik yang diperlukan
d) Kegiatan
1) Setelah diperiksa , ditentukan diagnosa dan derajat dehidrasi serta tentukan jumlah cairan yang dibutuhkan
kemudian berikan rehidrasi sesuai derajat dehidrasinya bila penderita dehidrasi , lakukan observasi selama 3
jam sambil memberikan penyuluhan tentang :
- Jelaskan manfaat oralit dan cara membuatnya
- Perhatikan ibu waktu memberikan oralit
- Menjelaskan cara-cara mengatasi kesulitan dalam memberikan larutan oralit bila muntah
- Mengajari ibu mengenai bagaimana meneruskan pengobatan selama anak nya diare di rumah
2) Pelatihan
- Melaksanakan pelatihan untuk staf RSU yang bersangkutan
- Melatih mahasiswa fakultas kedokteran dan keperawatan
3) Penelitian
- Beberapa KPD digunakan untuk melaksanakan penelitian
PENCEGAHAN DIARE
1. Tujuan
Tujuan Pencegahan adalah untuk tercapainya penurunan angka kesakitan
2. Upaya Kegiatan Pencegahan daire
Hasil penelitihan terakhir menunjukkan ,bahwa cara pencegahan yang benar dan efektif yang dapat dilakukan adalah
- Memberikan ASI
- Memperbaiki makanan pendamping ASI
- Menggunakan air bersih yang cukup
- Mencuci Tangan
- Menggunakan Jamban
- Membuang tinja bayi yang benar
- Memberikan imunisasi campak
a) Pemberian ASI
Asi adalah makanan paling baik untuk bayi . komponen zat makanan tersedia dalam bentuk yang ideal dan seimbang
untuk dicerna diserap secara optimal oleh bayi Asi saja sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 4-6 bulan,
tidak ada makanan lain yang dibutuhkan selama masa ini.
Asi steril , berbeda dengan sumber susu lain : susu formula atau cairan lain disiapkan dengan air atau bahan-bahan yang
terkontaminasi dalam botol yang kotor. Pemberian Asi saja , tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan
botol , menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare . Keadaan seperti ini
disebut disusui secara penuh.
Bayi –bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 4-6 bulan . Setelah 6 bulan dari kehidupnya ,pemberian
Asi harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain (proses menyapih).
Asi mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibidi dan zat-zat lain yang dikandungnya. Asi turut
memberikan perlindungan terhadap diare Pada bayi yang baru lahir pemberian Asi secara penuh mempunyai daya lindung
4x lebih besar terhadap diare daripada pemberian Asi yang disertai dengan susu botol. Flora usus pada bayi-bayi yang
disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyabab diare.
Pada bayi yang tidak diberi Asi secara penuh, pada 6 bulan pertama kehidupan, risiko mendapat diare adalah 30 x lebih
besar. Pemberian susu formula merupakan cara lain dari menyusui Penggunaan botol untuk susu formula, biasanya
menyebabkan risiko tinggi terkena diare sehingga mengakibatkan terjadinya gizi buruk.
b) Makanan Pendamping Asi
Pemberian makanan pendamping Asi adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa.
Padamasa tersebut merupakan masa yang berbahaya bagi bayi sebab perilaku pemberian makanan pendamping Asi
dapat menyebabkan meningkatnya resiko terjadinya diare ataupun penyakit lain yang menyebabkan kematian. Perilaku
pemberian makanan pendamping Asi yang baik meliputi perhatian kapan, apa dan bagaimana makanan pendaping Asi
diberikan.
Ada beberapa saran yang dapat meningkatkan bara pemberian makanan pendamping Asi yang lebih baik yaitu :
- perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 4-6 bulan tetapi teruskan pemberian Asi. Tambahkan macam
makanan sewaktu anak berumur 6 bulan atau lebih . Birikan makanan lebih sering (4x sehari) setelah anak berumur
1tahun , berikan semua makanan yang dimasak dengan baik 4-6x sehari teruskan pemberian Asi bila mungkin.
- Tambahkan minyak, lemak dan gula kedalamnasi/bubur dan biji-bijian untuk energi. Tambahkan hasil olahan susu,
telur, ikan, daging. Kacang–kacangan, buah-buahan dan sayuran berwarna hijau kedalam makanannya, Cuci tangan
sebelum menyiapkan makanan dan menyuapi anak. Suapi anak dengan sendok yang bersih
- Masak atau rebus makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan dengan bener
sebelum diberikan kepada anak.
c) Menggunakan air bersih yang cukup.
Sebagian besar kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui jalur fekal-oral mereka dapat ditularkan dengan
memasukkan kedalam mulut, cairan atau benda yang tercemar dengan tinja misalnya air minum, jari-jari tangan,
makanan yang disiapkan dalam panci yang dicuci dengan air tercemar.
Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang bener-bener bersih mempunyai resiko menderita diare lebih kecil
dibandingkan dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air bersih.
Masyarakat dapat mengurangi resiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan air yang bersih dan melindungi
air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai penyimpanan dirumah.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga
- Ambil air dari sumber air yang bersih
- Ambil dan simpan air dalam tempat yang bersih dantertutup serta gunakan gayung khusus untuk mengambil air
- Pelihara atau jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
- Gunakan air yang direbus
- Cuci semua peralatan masak dan makan dengan air yang bersih dan cukup
3. Mencuci tangan
Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam penularan kuman diare adalah mencuci
tangan.
Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan
makanan, sebelum menyuapi makanan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare.
Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam
penurunan resiko terhadap penyakit diare.
Keluarga yang tidak mempunyai jamban harus membuat, dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
- Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh anggota keluarga.
- Bersihkan jamban secara teratur
- Bila tidak ada jamban, jangan biarkan anak-anak pergi ke tempat buang air besar sendiri, buang air besar hendaknya jauh
dari rumah, jalan setapak dan tempat anak-anak bermain serta lebih kurang 10 meter dari sumber air, hindari buang air
besar tanpa alas kaki.
Membuang tinja bayi yang benar
Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya , hal ini tidak benar karena tinja bayi dapat pula menularkan
penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi harus dibuang secara bersih dan benar.
Yang harus diperhatikan oleh keluarga :
- Kumpulkan segera tinja bayi atau anak kecil dan buang ke jamban
- Bantu anak-anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah dijangkau olehnya
- Bila tidak ada jamban plih tempat untuk membuang tinja anak seperti didalam lubang atau di kebun kemudian ditimbun
- Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan nya dengan sabun
Pemberian Imunisasi Campak
Diare sering timbul menyertai campak sehingga pemberian iimunisasi campak juga dapat mencegah diare oleh karena itu beri
anak imunisasi campak segera setelah berumur 9 bulan.
PERAN SERTA MASYARAKAT
1. Tujuan
Dilaksanakannya potensi masyarakat dalam membantu pelaksanaan program pemberantasan penyakit diare baik dalam aspek
pelayanan/tatalaksana penderita pencatatan penyuluhan dan pencegahan
2. Kegiatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat
Aspak pelayanan dan tatalaksana penderita diare
Masyarakat dapat melakukan kegiatan antara lain:
a) Memberikan oralit untuk dibawa pulang
b) Menunjukkan cara memcampur oralit dan meminumkannya
c) Tatalaksana penderita diare dirumah yaitu :
- Memberikan cairan lebih banyak dari biasanya
- Meneruskan pemberian makanan yang bergizi termasuk Asi
- Mengetahui tanda-tanda penderita diare ( balita ) yang harus dibawa kesarana kesehatan ( bertambah parah,
demam, darah dalam tinja, malas minum)
Aspek Pencatatan
- Melakukan pencatatan tentang umur, alamat, nama penderita/KK dan jenis pertolongan yang diberikan
- Melaporkan penggunaan oralit dan meminta tambahan oralit ke puskesmas
Aspek Penyuluhan
Masyarakat dapat melakukan kegiatan antara lain:
- Menganjurkan penderita dan keluarganya budaya pola hidup bersih dan sehat
- Menganjurkan keluarga/pengasuh penderita menjaga lingkungan tempat tinggal agar selalu bersih
- Menganjurkan keluarga/pengasuh yang mempunyai bayi yang belum diimunisasi campak agar diimunisasi di Puskesmas.
Aspek pencegahan diare
Meningkatkan motivasi agar masyarakat melaksanakan :
- Pemberian Asi yang baik dan benar : bayi harus disusui secara penuh selama 4 – 6 bulan
- Memperbaiki makanan pendamping Asi : tambahkan minyaki, susu ikan/daging
- Mengunakan air bersih yang cukup : terlindung dari kontaminasi
- Mencuci tangan : sebelum makan,sesudah BAB dengan sabun
- Menggunakan jamban : memenuhi sarat kesehatan dan jarak lebih 10 meter dari sumber air
- Membuang tinja bayi yang benar: buang ke jamban atau dikubur sebab tinja bayi dapat menularkan penyakit.
- Anak diberi imunisasi campak : salah satu akibat penyakit campak adalah diare,

friends

friends
baca-baca

pencarian

Friends Star STIKES YASA

Pengikut

Mengenai Saya

Foto saya
Pangkalan bun vs banjarmasin, kalteng, Indonesia
jiwa yang tentram